Tepat saat membuka halaman 27 dari
buku tersebut, dikisahkan tentang pertemuan salman alfarisi dengan Nabi
Muhammad saw. saat itu, Rasulullah baru saja sampai di Madinah, sementara
salman sedang bekerja pada majikannya. Salman yang sebelumnya berguru pada
orang shalih, diberikan tanda-tanda tentang akan hadirnya seorang utusan Allah,
dengan ciri-cirinya sebagai tanda kebenaran kerasulannya. Salman pun bergegas
menemui nabi dengan membawa kurma, lalu ia berikan kepada rombongan nabi
tersebut, “Tuan-tuan adalah perantau yang baru tiba. Saya mempunyai sedikit
kurma untuk melepaskan dahaga. Bersama ini saya sedekahkan untuk anda”. Nabi
pun menerimanya, dan memberikannya kepada para sahabat, lalu memerintahkan
untuk memakannya dengan mengucapkan bismillah, sementara nabi sama sekali tidak
memakannya. Salman pun bergumam dalam hati “Ini tanda pertama kerasulannya, ia
tidak menerima sedekah”.
Setelah itu, salman pun kembali
memberikan kurma pada nabi, namun kali ini salman memberikannya sebagai hadiah.
Nabi pun menerimanya, dan memerintahkan para sahabat untuk memakannya dengan
mengucap bismillah, lalu nabi pun ikut memakannya. Maka jelaslah tanda kedua
kerasulannya bagi seorang salman alfarisi, bahwa nabi tidak menerima sedekah,
tetapi ia menerima hadiah. Terakhir, salman melihat cap tandan kerasulannya di
bahu Rasulullah, dan semenjak itu salman pun bersyahadat dan masuk islam. Ia resmi
bersaudara dengan seluruh umat muslim, persaudaran yang diikat oleh agama
Allah. Sehidup, seperjuangan. Sehidup, sepenanggungan.
Singkat cerita, umat muslim
dihadapkan pada sebuah peperangan melawan orang-orang kafir. Salman alfarisi
sebagai seorang muslim pun merasa terpanggil untuk berjihad di jalan Allah,
namun sayang seribu sayang, dirinya yang masih budak terikat oleh izin
majikannya yang seorang yahudi. Akhirnya, salman pun gagal mengikuti peperangan
karena dilarang oleh majikannya. Kemudian, salman pun menceritakan hal itu
kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun memerintahkan salman untuk menemui
majikannya, dan minta untuk dibebaskan dengan mahar berapapun. Awalnya yahudi
tersebut menolak, hingga dua tahun berlalu, akhirnya yahudi tersebut bersedia
membebaskan salman dengan tebusan 40 tail emas murni, dan salman harus menanam
300 pohon kurma hingga tumbuh besar.
Salman pun kembali mendatangi
Rasulullah, ia mencerintakan persyaratan pembebasannya kepada Rasullah. Maka,
para sahabat pun dikumpulkan dan dimintai bantuan untuk membantu salman menjadi
manusia merdeka. Para sahabat yang telah dipupuk imannya, disirami dengan
ketakwaan, membuat mereka ringan tangan bahu membahu untuk menolong saudaranya,
yaitu salman alfarisi. Dalam waktu yang singkat, akhirnya terkumpulah 40 tail
emas murni dan 300 bibit pohon kurma. Rasulullah dan para sahabat pun membantu
menanam bibit kurma itu di kebun yahudi tersebut, tanpa ada penghalang antara
Rasul dan para sahabat, tidak memandang tinggi atau rendah diantara sesama,
mereka saling membantu menanam pohon kurma untuk membebaskan saudaranya. Singkat
cerita, pohon-pohon kurma itu pun tumbuh subur tanpa cacat sedikit pun, dan
salman akhirnya menjadi manusia yang merdeka.
Demikianlah ikatan persaudaraan dan
persahabatan yang diikat oleh kalimat “laa ilaha illallahu”, dibalut
oleh iman dan takwa, serta disemai dengan benih kasih sayang ukhuwwah
islamiyyah. Ikatan persaudaraan seperti itulah yang menguatkan barisan umat
islam, bukan hanya persaudaraan senasab, tetapi juga persaudaraan sekasab dan
seperjuangan. Tanpa melihat latar belakang salman, para sahabat rela menolong
saudaranya seiman, dengan harta dan diri mereka sendiri, dan itulah indahnya ukhuwwah
islamiyyah. KH. E. Abdurrahman dalam bukunya Al-Ibroh menjelaskan, bahwa
kalimat ikhwatun adalah persaudaraan yang diikat dengan tali agama Allah, dan
ikatan ini akan lebih kuat dibanding dengan ikatan persaudaraan yang diikat
hanya dengan nasab. Oleh sebab itu, dasarkanlah tali ukhuwwah kita karena Allah
ta’ala, agar ia terikat kencang, seperti kencangnya tali persaudaraan salman
alfarisi dengan sahabat-sahabat Rasul yang lainnya. sehingga kita menjadi
saudara, sahabat, yang sehidup seperjuangan, dan sehidup sepenanggungan. Wallahua’lam.
0 komentar:
Posting Komentar