Wahyu
merupakan sumber hukum dalam islam yang paling tinggi, dimana setiap perkara
dikembalikan kepadanya. Wahyu inilah yang menguatkan islam, dimana islam
bersumber pada kalam Illahi yaitu wahyu, bukan hasil pemikiran atupun imajinasi
manusia. Selain itu, wahyu inilah yang menjadi pembeda antara islam dengan
agama yang lain. Unsur dalam wahyu ini adalah pemberi berita dan penerima
berita tersebut. Pemberi berita tentunya adalah Allah Swt. dan penerima berita
adalah Nabi. Oleh karena itu menjadi penting bagi kita memahami konsep wahyu
dan nabi.
Wahyu
dari segi bahasa artinya adalah ilham (Q.S. al-Qashas:7), isyarat yang cepat
(Q.S. Maryam:11), dan apa yang disampaikan Allah pada malaikat. Sehingga dalam
terminology bahasa, ilham merupakan sesuatu yang Allah sampaikan kepada
makhluknya. Sedangkan menurut istilah adalah pemberitahuan Allah kepada seorang
nabi tentang berita-berita gaib, syariat, hukum tertentu. Maka wahyu scara
bahasa maupun istilah akan menghantarkan kita pada pemahaman bahwa wahyu bukan rekaan
manusia, bukan hasil imajinasi, atau pun buah pemikiran seorang insan. Jika
wahyu merupakan hasil pemikiran nabi, buktikan dengan membuat surat yang
semisal.
Risalah
wahyu inilah yang dibawa oleh para nabi dan Rasul untuk menuntut umat dari
kegelapan menuju cahaya yan terang benderang. Nabi bertugas melanjutkan syariat
yang telah ibawa sebelumnya, sedangkan Rasul membawa syariat baru untuk seluruh
umat. Hal ini terlihat dari perbedaan beberapa syariat pada setiap masa
kerasulan. Di masa Musa a.s. bertaubat adalah dengan membunuh dirinya,
sedangkan di masa Nabi Muhammad saw. Bertaubat adalah dengan memohonon ampunan
kepada Allah tanpa perlu membunuh diri. Perbedaan syariat ini merupakan
tuntunan wahyu Allah Swt. yang disampaikan melalui malaikat jibril.
Jenis
wahyu terbagi menjadi al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi. Muhammad ‘Ali
ash-Shabuni dalam attibyan fii ‘ulumil Qur’an menjelaskan bahwa al-Qur’an
adalah Firman Allah yang Maha Perkasa, diturnkan kepada penutup para Nabi dan
Rasul melalui perantara Malaikat Jibril a.s. yang ditulis dalam
lembaran-lembaran, disampaikan dengan muttawattir, membacanya adalah ibadah,
diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas. Perbedaan
antara ketiganya adalah al-Qur’an makna dan lafadznya dari Allah Swt.,
sedangkan hadits Qudsi maknanya dari Allah Swt. namun lafadznya dari nabi, lalu
hadits nabawi adalah makna dan lafadznya dari Nabi.
Proses
turunnya wahyu (baca; al-Qur’an) terbagi menjadi dua, yaitu proses turunnya al-
Qur’an dari lauhil mahfuzh ke langit dunia dan dari langit dunia kepada Nabi
Muhammad Saw. Otentisitasnya terjaga hingga yaumil akhir, karena Allah sendiri
yang menjaminnya. Inilah yang membedakan kitab suci al-Qur’an, ia bersumber
dari wahyu sehingga dimanapun mukmin berpijak, bacaan al-Qur’annya pasti sama,
tidak seperti agama lain.
Keberadaan
wahyu ini tidak terlepas dari Nabi sebagai objek penerima wahyu. Nabi merupakan
manusia yang ma’shum, ia terjaga dari dosa dan kesalahan. Jika kita melihat
kesalahan yang nabi lakukan, seperti lupa dan sifat lahiriah manusia lainnya,
maka hal tersebut menjadi pelajaran dan ibroh untuk umatnya. kesalahannya tidak
lain adalah proses mengajar pada umatnya. Selain itu, kesalahan nabi biasanya
pada perbandingan dua kebaikan seperti saat nabi bermuka bermuka pada umi
maktum. Selain itu nabi merupakan sumber syariat, karena ia penerima wahyu yang
tidak lain adalah sumber syariat.
Konsep
wahyu dan nabi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena
keduanya merupan subjek dan objek yang salaing berkaitan. Membuminya wahyu
adalah tugas para nabi dan Rasul, ia merupakan kepanjangan tangan Rabb semesta
alam dalam menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia. Lalu mengapa Allah
mengutus banyak nabi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk annisyan
yang senantiasa lupa dan khilaf. Tugas para nabi adalah membawa peringatan dan
kabar gembira (Q.S. al-Baqarah:213).
Sebagai
seorang muslim, sudah sepatutnya kita meyakini keberadaan wahyu dan nabi, yang keduanya
merupakan pondasi islam sebagai sumber syariat. Keraguan terhadap wahyu atau
keraguan pada Nabi sungguh tidak pantas bagi seorang muslim. Yakini dengan
hati, bahwa wahyu adalah kalam Allah dan sumber syariat, serta nabi adalah
utusan Allah yang membawa risalah- Nya.
Wallahua’alam
bish shawab
0 komentar:
Posting Komentar