Senin, 30 Mei 2016

Konsep Nabi dan Wahyu


Wahyu merupakan sumber hukum dalam islam yang paling tinggi, dimana setiap perkara dikembalikan kepadanya. Wahyu inilah yang menguatkan islam, dimana islam bersumber pada kalam Illahi yaitu wahyu, bukan hasil pemikiran atupun imajinasi manusia. Selain itu, wahyu inilah yang menjadi pembeda antara islam dengan agama yang lain. Unsur dalam wahyu ini adalah pemberi berita dan penerima berita tersebut. Pemberi berita tentunya adalah Allah Swt. dan penerima berita adalah Nabi. Oleh karena itu menjadi penting bagi kita memahami konsep wahyu dan nabi.
              Wahyu dari segi bahasa artinya adalah ilham (Q.S. al-Qashas:7), isyarat yang cepat (Q.S. Maryam:11), dan apa yang disampaikan Allah pada malaikat. Sehingga dalam terminology bahasa, ilham merupakan sesuatu yang Allah sampaikan kepada makhluknya. Sedangkan menurut istilah adalah pemberitahuan Allah kepada seorang nabi tentang berita-berita gaib, syariat, hukum tertentu. Maka wahyu scara bahasa maupun istilah akan menghantarkan kita pada pemahaman bahwa wahyu bukan rekaan manusia, bukan hasil imajinasi, atau pun buah pemikiran seorang insan. Jika wahyu merupakan hasil pemikiran nabi, buktikan dengan membuat surat yang semisal.
           Risalah wahyu inilah yang dibawa oleh para nabi dan Rasul untuk menuntut umat dari kegelapan menuju cahaya yan terang benderang. Nabi bertugas melanjutkan syariat yang telah ibawa sebelumnya, sedangkan Rasul membawa syariat baru untuk seluruh umat. Hal ini terlihat dari perbedaan beberapa syariat pada setiap masa kerasulan. Di masa Musa a.s. bertaubat adalah dengan membunuh dirinya, sedangkan di masa Nabi Muhammad saw. Bertaubat adalah dengan memohonon ampunan kepada Allah tanpa perlu membunuh diri. Perbedaan syariat ini merupakan tuntunan wahyu Allah Swt. yang disampaikan melalui malaikat jibril.
                Jenis wahyu terbagi menjadi al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi. Muhammad ‘Ali ash-Shabuni dalam attibyan fii ‘ulumil Qur’an menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah Firman Allah yang Maha Perkasa, diturnkan kepada penutup para Nabi dan Rasul melalui perantara Malaikat Jibril a.s. yang ditulis dalam lembaran-lembaran, disampaikan dengan muttawattir, membacanya adalah ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas. Perbedaan antara ketiganya adalah al-Qur’an makna dan lafadznya dari Allah Swt., sedangkan hadits Qudsi maknanya dari Allah Swt. namun lafadznya dari nabi, lalu hadits nabawi adalah makna dan lafadznya dari Nabi.
           Proses turunnya wahyu (baca; al-Qur’an) terbagi menjadi dua, yaitu proses turunnya al- Qur’an dari lauhil mahfuzh ke langit dunia dan dari langit dunia kepada Nabi Muhammad Saw. Otentisitasnya terjaga hingga yaumil akhir, karena Allah sendiri yang menjaminnya. Inilah yang membedakan kitab suci al-Qur’an, ia bersumber dari wahyu sehingga dimanapun mukmin berpijak, bacaan al-Qur’annya pasti sama, tidak seperti agama lain.
          Keberadaan wahyu ini tidak terlepas dari Nabi sebagai objek penerima wahyu. Nabi merupakan manusia yang ma’shum, ia terjaga dari dosa dan kesalahan. Jika kita melihat kesalahan yang nabi lakukan, seperti lupa dan sifat lahiriah manusia lainnya, maka hal tersebut menjadi pelajaran dan ibroh untuk umatnya. kesalahannya tidak lain adalah proses mengajar pada umatnya. Selain itu, kesalahan nabi biasanya pada perbandingan dua kebaikan seperti saat nabi bermuka bermuka pada umi maktum. Selain itu nabi merupakan sumber syariat, karena ia penerima wahyu yang tidak lain adalah sumber syariat.
               Konsep wahyu dan nabi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupan subjek dan objek yang salaing berkaitan. Membuminya wahyu adalah tugas para nabi dan Rasul, ia merupakan kepanjangan tangan Rabb semesta alam dalam menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia. Lalu mengapa Allah mengutus banyak nabi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk annisyan yang senantiasa lupa dan khilaf. Tugas para nabi adalah membawa peringatan dan kabar gembira (Q.S. al-Baqarah:213).
              Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita meyakini keberadaan wahyu dan nabi, yang keduanya merupakan pondasi islam sebagai sumber syariat. Keraguan terhadap wahyu atau keraguan pada Nabi sungguh tidak pantas bagi seorang muslim. Yakini dengan hati, bahwa wahyu adalah kalam Allah dan sumber syariat, serta nabi adalah utusan Allah yang membawa risalah- Nya.

Wallahua’alam bish shawab

0 komentar:

Posting Komentar