Tinggal hitungan hari, kita akan
berjumpa dengan bulan yang dirindu, ialah bulan ramadhan. Bulan dimana pahala
berlipat ganda, bulan dimana al-Qur’an diturunkan, bulan dimana do’a senantiasa
diijabah, dan beribu keutamaan lain yang menyertainya. Para shahabat sangat
merindu bulan ramadhan, mereka tersenyum bahagia saat ramadhan semakin dekat.
Mereka senantiasa mempersiapkan dengan diri dengan sebaik-baik persiapan, agar
saat berjumpa melahirkan atsar yang baik, dan menjadi pribadi muslim yang lebih
baik.
Ramadhan adalah bulan yang istimewa dan penuh keutamaan, Rasulullah
saw. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ »
Dari
Abi Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “apabila datang bulan
Ramadhan, dibuka pintu-pintu surge dan ditutup pintu-pintu neraka, serta
dibelenggunya syaithan”. (shahih muslim kitab as-shiyam bab fadli syahri ramadhana hadits no. 2547)
Sabda
Rasulullah saw. tersebut menggambarkan keutamaan dari bulan yang dirindu, yaitu
bulan ramadhan. Karena pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka
selebar-lebarnya, dan pintu-pintu neraka ditutup. Tinggal bagaimana kita
menjadikan ibadah shaum kita, benar-benar menjadi pembuka pintu-pintu surga.
Andai kita menghitung usia kita,
sudah berapa kali kiranya kita berjumpa dengan bulan ramadhan?. Apa yang kita
raih dari setiap ramadhan ke ramadhan yang lain. Jangan sampai saat kita
berjumpa dengan yang dirindu, tak melahirkan kecintaan yang hakiki, sebagai
buah dari rindu yang membuncah. Rasulullah saw. mengingatkan kita untuk jangan
sampai bulan ramadhan tak membuahkan ampunan bagi kita yang melaluinya.
Rasulullah saw. bersabda:
رَغِمَ أَنْفَ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ شَهْرُ رَمَضَانَ ثُمَّ
النْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“jatuh ke tanah hidung seseorang
(rugi, celaka). Masuk kepadanya bulan ramadhan, tetapi ketika selesai ia tidak diampuni”.
(Sunan at-Tirmidzi no. 3545)
Siapa
yang memasuki bulan ramadhan, ia tidak melaksanakan ramadhan dan ibadah
lainnya, maka ia pasti akan celaka, serta tidak mungkin mendapatkan ampunan.
Seharusnya seorang muslim memanfaatkan bulan ramadhan untuk mendapatkan ampunan
dari setiap dosa-dosanya, bukan malah mendapatkan celaka dari bulan yang penuh
keberkahan. Selain itu, orang yang telah melalui bulan ramadhan pun dapat
celaka, karena saat selesai bulan ramadhan ia tidak menjadi insan yang bertakwa
dan lebih baik dari sebelumnya. Maka baginya kesia-siaan, karena setelah
ramadhan ketakwaannya tidak bertambah.
Pertemuan dengan yang dirindu,
tentunya harus dipersiapkan dan dijalani dengan baik, agar rindu itu
menghasilkan buah manis kecintaan kepada Allah ta’ala. Oleh karena itu,
persiapan bertemu dengan yang dirindu harus optimal dan semaksimal mungkin. Pertama,
kita harus mempersiapkan diri kita sebelum memasuki bulan ramadhan dengan
persiapan fisik yang baik, agar saat menjalani ramadhan kita tidak mengalami
kepayahan. Bagi yang belum terbiasa shaum, maka dapat membiasakan diri untuk
shaum di bulan sya’ban dan bulan sebelumnya, baik shaum senin dan kamis, atau
shaum sunnah yang lainnya. Namun, jika kondisi fisik kita sedang tidak sehat,
maka sebaiknya kita tidak shaum dan memulihkan fisik kita, agar saat memasuki
bulan ramadhan fisik kita berada dalam keadaan yang sehat.
Kedua, luruskanlah niat dalam
menjalani ibadah shaum. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًاغُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِيْهِ
Siapa yang shaum ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah,
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (shahih al-Bukhari kitab al-iman bab
shaum Ramadhan ihtisaban minal iman no. 38)
Dalam
hadits tersebut, Rasulullah saw. menyinggung dua hal penting dalam menjalani
ibadah shaum, yaitu imanan (iman) dan ihtisaban (mengharap keridhaan dan
pahala-Nya). Di dalam hadits-hadits yang semakna, Rasulullah saw. pun
menyematkan dua kalimat tersebut, yang menandakan pentingnya keduanya dalam
menjalani ibadah shaum. Perkara niat dalam menjalani ibadah adalah sesuatu hal
yang penting, karena muara yang dituju tergantung tempat keberangkatan awal
kita. Inilah kenapa para ulama salaf seringkali mencamtumkan hadits tentang
niat pada permulaan kitab-kitabnya, karena niat adalah pondasi penting dalam
sebuah amal.
Ibadah shaum tentunya akan maksimal
dan diberi ganjaran oleh Allah ta’ala selama ia didasarkan pada keimanan dan
pengharapan terhadap keridhaan Allah ta’ala. Saat ibadah shaum dijalani sebagai
formalitas belaka, atau sekedar ritual tahunan, maka ibadah shaum ini tidak
akan melahirkan apapun, kecuali lapar dan dahaga. Sesungguhnya amat merugi,
manusia yang hanya mendapatkan haus dan lapar dari shaumnya, tetapi tidak
mendapatkan sedikitpun ampunan dari shaumnya, karena shaumnya hanya sekedar
formalitas ibadah, tidak diniatkan untuk mendapatkan keridhaan Allah ta’ala.
Ketiga, memaknai shaum bukan
hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga bershaum amal dan
hati. Sehingga setelah selesai ramadhan, terlahir hati yang lebih lembut dan
bersih. Rasulullah saw. bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ إِنَّمَا
الصِّيَامُ مِنَ الَّغْوِوَالرَّفَثِ
Shaum itu bukan
dari makan dan minum. Hanyasanya shaum itu dari laghwu (perbuatan sia-sia) dan
rafats (perkataan tidak senonoh). (al-mustadrak ‘ala as=shahihain kitab
as-shaum no. 1520)
Sabda
Rasulullah saw. tersebut menjelaskan bahwa shaum bukan hanya sekedar ibadah
menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang
sia-sia dan perkataan yang jelek. Seringkali kita melihat, orang yang shaum
bermalas-malasan, sekian banyak waktunya diisi dengan tidur, atau menghabiskan
waktunya dengan perbuatan yang sia-sia. Ramadhan seharusnya menjadi bulan
dimana kita lebih giat dalam beribadah, lebih giat dalam mencari ilmu, dan
lebih bersemangat dalam mencari keridhaan Allah ta’ala. Selain itu, orang shaum
pun harus menjaga ucapannya, jangan sampai ia shaum namun berucap kata-kata
yang kasar atau bahkan tidak senonoh. Oleh karena itu, selesai ramadhan
harusnya terlahir pribadi yang giat dalam beribadah dan terjaga lisannya dari
ucapan-ucapan yang tidak pantas diucapkan seorang muslim. Terlahir manusia yang
lembut hatinya dengan dzikir, istiqomah dirinya dalam kebaikan, dan mengisi
hari-harinya dengan kebaikan.
Keempat, memaksimalkan segala ibadah di bulan ramadhan. Seperti yang telah
dibahas sebelumnya, yaitu meninggalkan perbuatan yang sia-sia. Maka sebaliknya
dari berbuat sia-sia adalah kita memaksimalkan segala bentuk ibadah di bulan
ramadhan. Sehingga kita akan terbiasa melaksanakannya setelah ramadhan, oleh
karena itu banyak yang menyebut bulan ramadhan sebagai bulan tarbiyyah atau
pembelajaran, dimana kita dibiasakan untuk memaksimalkan ibadah kita. Ada begitu
banyak amalan di bulan ramadhan yang bernilai istimewa, diantaranya Qiyam
ramadhan (tarawih), Tadarus al-Qur’an, berdo’a, dan ibadah-ibadah lainnya.
Di bulan ramadhan, kita dibiasakan
untuk melaksanakan qiyam ramadhan atau tarawih. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًاغُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِيْهِ
Siapa yang qiyam ramadhan (berdiri
untuk shalat malam) ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu. (shahih al-bukhari no. 37 dan 2009; shahih
muslim 1815-1816)
Sabda
Rasulullah saw. ini menegaskan tentang keutaman qiyam ramadhan, dimana ia akan
melahirkan ampunan atas dosa-dosa kita yang telah lalu. Maka amat merugi orang
yang melaksanakan shaum, bertemu dengan bulan yang dirindu, tetapi tidak
menghidupkan qiyam ramadhan.
Tadarus al-Qur’an, ini pun tidak
kalah pentingnya untuk dihidupkan di bulan suci Ramadhan. Tadarus yang arti
asalnya “menghapus” merupakan amaliah terhadap al-Qur’an yang tujuan utamanya “menghapus”
tulisan al-Qur’an dalam mushhaf dan mengalihkannya ke dalam hati, akal,
pikiran, dan amal perbuatan.[1] Oleh
karena itu, perlu dibumikan kembali membaca al-Qur’an, memindahkannya dari
mushhaf ke dalam hati-hati manusia. Jika interaksi kita sangat minim dengan
al-Qur’an, maka bagaimana ia akan meresap ke dalam hati.
Berdo’a, manusia tidak akan terlepas
dari kebutuhan dan pengharapan, sejatinya setiap pengharapan itu harus
digantungkan kepada Allah ta’ala, sehingga manusia tidak akan terlepas dari do’anya
kepada Allah ta’ala. Di dalam ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban
ibadah shaum, terselip firman-Nya tentang kedekatan-Nya dengan pengabulan do’a-do’a
manusia. maka sudah sepantasnya orang yang beriman memaksimalkan do’anya di
sepanjang Ramadhan. Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan,
maka untuk meraih sukses di dalamnya, maksimalkanlah segala bentuk ibadah di
bulan suci Ramadhan.
Kelima, menyempurnakan Ramadhan dengan zakat fithri. Zakat fithri ini
adalah kewajiban bagi setiap muslim, bahkan bayi yang dalam kandungan berusia
lebih dari 4 bulan pun wajib dibayar zakatnya. Ibadah zakat ini menjadi
penyempurna dari ibadah ramadhan, andai kita mudah melaksanakan shaum, membaca
al-Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya, namun kita abai terhadap zakat maka ia
tak akan pernah mencapai derajat ketaqwaan sebagai tujuan dari ibadah shaum
ramadhan.
Terakhir, menjaga keistiqomahan
kita setelah shaum ramadhan. Pertanda diterimanya ibadah shaum ramadhan
terlihat di sebelas bulan ramadhan. Apakah ia menjadi insan yang ramadhani
(muslim taat di bulan ramdhan saja) atau muslim rabbani (muslim yang taat
karena Rabbnya, dimanapun dan kapanpun). Betapa banyak kita lihat, pada bulan
suci ramadhan orang-orang ramai menutup aurat, menutup tempat-tempat maksiat,
namun selesai ramadhan mereka kembali kepada kejahiliyyahan. Maka yang demikian
adalah pertanda kegagalan dari ibadah shaum ramadhan yang dijalaninya. Oleh karena
itu, perlu bagi kita menjaga keistiqomahan diri kita di sebelas bulan setelah
ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ
شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Siapa yang shaum ramadhan kemudian
menyertakannya dengan enam hari di bulan syawwal, maka ia seperti shaum
setahun. (Shahih Muslim)
Langkah pertama setelah selesai
ramadhan adalah dengan shaum syawwal. Hal ini menjadi langkah awal dalam
menjaga keistiqomahan kita dalam beribadah kepada Allah setelah selesai bulan
ramadhan. Shaum syawwal ini menjadi sangat penting, utamanya untuk menjaga
ketakwaan kita agar tetap berbekas selepas ramadhan berlalu. Selepas syawwal,
kita harus mampu menghidupkan ibadah-ibadah sunnah, untuk menjaga keimanan kita
tetap berada pada puncak keimanan. Maka tetaplah ber-Ramadhan, di sebelas bulan
setelah ramdhan.
Bertemu dengan yang dirindu adalah
keinginan setiap insan. Namun, ada yang menghasilkan cinta yang hakiki setelah
bertemu dengan yang dirindu, tetapi adapula yang gagal membuahkan cinta yang
hakiki dalam kerinduannya. Maksimalkanlah pertemuan kita dengan bulan yang
dirindu, jangan sampai ia berlalu tanpa melahirkan buah ketakwaan dalam dirimu.
Wallahua’lam.
0 komentar:
Posting Komentar