Kamis, 19 Mei 2016

Islamic worldview


KONSEP ILMU[1]
           
Ilmu merupakan pengetahuan terkait sesuatu yang akan mengantarkan kita pada kebenaran. Setiap pengetahuan adalah ilmu bagi pemiliknya, dimana ilmu terasa oleh diri. Namun, kemudian dunia barat memahami sesuatu yang disebut ilmu harus terlebih dahulu ditentukan kebenarannya melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah ini menggunakan metode pendekatan positivistik, yaitu sesuatu dianggap ilmu saat semuanya mengakui kebenarannya. Contohnya adalah gula itu manis, atau garam itu asin. Pernyataan tersebut diakui semua orang, sehingga dapat disebut ilmu.

Pendekatan positivistik ini akan mengakibatkan keraguan pada al-Qur’an mengenai keilmiahannya. Hal ini disebabkan kebenaran al-Qur’an hanya diakui oleh umat islam, namun tidak diakui oleh agama yang lain. Sehingga al-Qur’an tidak bisa disebut ilmiah, karena kebenarannya hanya terasa sebagian orang dan hanya diturunkan kepada Nabi. Maka pada konsep ilmu yang ditawarkan oleh barat, al-Qur’an tidak termasuk kepada sumber ilmu yang ilmiah, melainkan hanya sekedar buku yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
            Al-Qur’an tidak dapat dikatakan ilmiah karena tidak dapat dibuktikan secara empiris, yaitu kebenarannya hanya dirasakan segelintir manusia. Lalu, bentuk al-Qur’an hanya sekedar paradigma dan motivasi, dimana al-Qur’an hanya bentuk penyemangat dan motivasi bagi manusia. Terakhir, al-Qur’an tidak dapat dikatakan ilmiah karena sama dengan wangsit atau ramalan yang didapatkan oleh dukun.
            Ilmu dalam islam menggunakan pola linier, dimana ‘ulumuddin, ilmu humaniora, dan ilmu social bersumber kepada wahyu. Dengan kata lain, wahyu adalah salah satu sumber ilmu dalam islam. Hal ini senada dengan firman Allah ta’ala dalam surat al-Baqarah ayat 31-32, sumber ilmu adalah Allah. Sementara dalam keilmuan barat, ilmu dipisahkan dari agama atau sekularisasi keilmuan. Sehingga al-Qur’an atau wahyu tidak dapat dijadikan sumber rujukan ilmu karena tidak ilmiah.
            Sejatinya, keraguan barat terhadap al-Qur’an adalah sebuah pemikiran yang sangat keliru. Pertama, hal ini dapat dibuktikan melalui pembuktian terbalik. Apakah kemudian, mereka mampu mebuktikan ketidak ilmiahan al-Qur’an ataupun kebenaran al-Qur’an dengan membuat satu surat yang semisal dengan al-Qur’an. Hal ini dijelaskan al-Baqoroh ayat 23, an-Nisa ayat 82, Yunus ayat 38, Hud 13-14, al-Isra ayat 88, dan at-Thur ayat 33-34. Di dalam ayat-ayat tersebut Allah menantang orang-orang kafir untuk membuat surat yang semisal.
            Kedua, al-Qur’an benar-benar merupakan firman Allah ta’ala. Hal ini terlihat dari Nabi membaca isti’adzah saat membacanya dan terdapat ayat-ayat yang menegur kesalahan Nabi. Jika al-Qur’an adalah pemikiran Nabi, maka tidak mungkin ia meminta perlindungan Allah saat membacanya, dan tidak mungkin pula ia mencela serta menegur dirinya sendiri. Kedua hal terebut setidaknya menegaskan kebenaran al-Qur’an sebagai Firman Allah ta’ala.
            Ketiga, Interaksi umat muslim dengan al-Qur’an yang mendunia. Setiap muslim meyakini secara muttawatir kebenaran al-Qur’an. Membacanya dan mengkajinya bernilai Ibadah. Selain itu, tak jarang pembuktian ilmu hari ini telah Allah jelaskan dalam al-Qur’an sejak 1400 tahun yang lalu. Keempat, al-Qur’an membenarkan apa yang terjadi di masa lalu dan menggambarkan apa yang akan dating. Seperti pembuktian pada mayat fir’aun yang telah dijamin dalam al-Qur’an, namun baru akhir-akhir ini mayatnya benar-benar ditemukan. Inilah mukjizat al-Qur’an yang membenarkan keilmiahannya.
            Kelima, kesusastraan al-Qur’an yang begitu indah, terbukti dalam ilmu balaghah. Sehingga pantas jika al-Qur’an tidak mampu ditiru oleh manusia manapun, karena kesusastraan langsung berupa firman Allah ta’ala. Kelima hal ini setidaknya menjadi jawaban yang penting untuk meruntuhkan pemahaman bahwa al-Qur’an tidak ilmiah. Maka sebagai seorang muslim kita harus meyakini kebenaran al-Qur’an yang hakiki dan menjadikannya pedoman hidup seorang mukmin.
            Islam tidak pernah mendikotomi atau memisahkan ilmu menjadi ilmu dunia dan ilmu akhirat. Pada hakikatnya, setiap ilmu bersumber dari Allah swt. Berupa al-Qur’an dan as-Sunnah. Baik yang nanti diterjemahkan menjadi ilmu-ilmu syariat berupa musthalah, ‘ulumul Qur’an, dan lain sebagainya. Serta ada pula yang diterjemahkan menjadi ilmu biologi, matematika, dan lain sebagainya. Namun, ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mendekatkan dirimu kepada Allah, memantapkan ibadahmu, dan mengantarkan diri menjadi mukmin yang paripurna.


[1] Oleh: Elfa M. Ihsan Al Aufa

2 komentar:

  1. mantap syeikh :D


    "komputer anda bervirus ? ngelag ? perlu instal ulang ? atau mau konsultasi ? alftek siap melayani, silahkan berkunjung alftek10.blogspot.com " <<<numpang promosi kang :v

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus