Setelah mengikuti kuliah, mahasiswa dapat menjelaskan tentang :
a.
Falsafah Penyuluhan dan komunikasi
pertanian
b.
Prinsip Penyuluhan dan komunikasi
pertanian
c.
Fungsi Penyuluhan dan komunikasi
pertanian
2.2 Falsafah Penyuluhan Dan Komunikasi
Pertanian
Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani
adalah philosophia (philo = cinta ; Sophia = hikmah). Falsafah dalam bahasa
Greek berarti love of wisdom, cinta akan kebijaksanaan yakni menunjukkan
harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Plato
(filosof Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu pengatahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli. Walter Kaufmann, menyebutkan bahwa falsafah
adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan argumentasi.
2.2.1.
Definisi Penyuluhan
Secara harfiah,
penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat untuk
menerangi kegelapan. Jadi dapat dimaknai bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk
member penerangan ataupun penjelasan pada mereka yang disuluhi agar tidak
berada dalam kegelapan mengenai masalah tertentu.
Penyuluhan adalah
kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilaku
klien sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini
merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih
berdaya secara mandiri.
2.2.2.
Falsafah Penyuluhan
Penyuluhan sebagai
proses perubahan perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu yang lebih
lama, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal.
Sebaliknya, meskipun perubahan perilaku melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan
mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera hilang,
manakala factor pemaksanya sudah dihentikan.
Kegiatan penelitian
dan penyuluhan sangat berkaitan dan saling memerlukan, karena itu kebersamaan
antara peneliti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluh perlu terbina
dengan baik dan intim. Falsafah keduanya antara lain adalah sebagai berikut :
a.
Selalu mengusahakan pembaruan dan
modernisasi IPTEKS.
b.
Kebutuhan/keinginan/masalah
masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan penyuluh.
c.
Selalu mengikuti/sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan.
d.
Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas usaha.
e.
Meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya.
f.
Meningkatkan kebersamaan/kerjasama
(antara penyuluh dan peneliti dan antara peneliti/penyuluh dengan pengguna
IPTEKS/masyarakat klien).
Ensminger (1962) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan tentang
falsafah penyuluhan. Di Amerika Serikat juga telah dikembangkan falsafah 3-T :
teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran, dan kepercayaan).
Falsafah penyuluhan menurut Kelsey dan Hearne (1955) adalah
bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan
harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves). Pemahaman konsep
“membantu masyarakat agar dapat membantu dirinya sendiri” harus dipahami secara
demokratis, di mana mengandung pengertian:
a.
Penyuluh harus bekerja sama dengan
masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat (Adicondro, 1990). Kehadiran
penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tapi harus mampu menciptakan
suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan, menggerakkan dan
memelihara partisipasi masyarakat.
b.
Penyuluh tidak boleh menciptakan
ketergantungan, tapi mampu mendorong terciptanya kreativitas dan kemandarian
masyarakat agar mampu berswakarsa, swadaya, swadana dan swakelola dalam
berkegiatan agar tercapai tujuan, harapan dan keinginan.
c.
Penyuluhan mengacu pada
terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai
manusia.
Ellerman (2001) mencatat 8 (delapan) peneliti yang menelusuri
teori pemberi bantuan, yaitu :
a.
Hubungan Penasehat dan Aparat
Birokrasi Pemerintah (Albert Hirschman), melalui proses pembelajaran tentang:
ide-ide baru, analisis keadaan dan masalahnya yang diikuti dengan tawaran solusi
dan minimalisasi konfrontasi/kete-gangan yang terjadi: antara aparat pemerintah
dan masya-rakat, antar sesama aparat, dan antar kelompok-kelompok masyarakat
yang merasa dirugikan dan yang menimati ke-untungan dari kebijakan pemerintah.
b.
Hubungan Guru dan Murid (John
Dewey), dengan memberikan:
·
kesempatan untuk mengenali
pengalamanannya,
·
stimulus untuk berpikir dan
menemukan masalahnya sendiri,
·
memberikan kesempatan untuk
melakukan “penelitian”
·
tawaran solusi untuk
dipelajari
·
kesempatan untuk menguji
idenya dengan aplikasi langsung
c. Hubungan Manajer dan Karyawan (Douglas McGregor), melalui
pemberian tanggungjawab sebagai alat kontrol diri (self control).
d. Hubungan Dokter dan Pasien (Carl Rogers), melalui pemberian
saran yang konstruktif dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan atau
diusahakannya sendiri.Uji-coba kegiatan melalui pemberian dana dan manajemen
dari luar, ternyata tidak akan memberikan hasil yang lebih baik.
e. Hubungan Guru Spiritual dan Murid (Soren Kierkegaard), melalui
pemahaman bahwa masalah atau kesalahan hanya dapat diketahui oleh yang
mengalaminya (diri sendiri).Guru tidak boleh menonjolkan
kelebihannya, tetapi harus merendah diri, siap melayani,dan menyediakan waktu
dengan sabar
f. Hubungan Organisator dan Masyarakat (Saul Alinsky), melalui
upaya demokratisasi, menumbuh-kembangkan partisipasi, dan mengembangkan
keyakinan (rasa percaya diri) untuk memecahkan masalahnya sendiri.
g. Hubungan Pendidik dan Masyarakat (Paulo Freire), melalui proses
penyadaran dan memberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang terbaik
menurut dirinya sendiri.
h. Hubungan Agen-pembangunan dan Lembaga Lokal (E.F. Schumacher),
melalui program bantuan untuk mencermati apa yang dilakukan seseorang (masyarakat)
dan membantu agar mereka dapat melakukan perbaikanperbaikan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginannya.
Penyuluhan harus selalu mengacu pada kenyataan yang ada dan
dapat ditemui di lapangan atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang
dihadapi. Penyuluhan harus melakukan hal-hal terbaik yang dapat dilakukan,
bukannya mengajar kondisi terbaik yang sulit direalisir.
a.
Falsafah mendidik/pendidikan
(bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”)
Ki Hajar Dewantoro
(Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah :
·
Ing ngarso sung tulodo,
mampu memberikan contoh atau teladan bagi masyaraka sasarannya.
·
Ing madyo mangun karso,
mampu menumbuhkan inisiatif dan mendorong kreatifitas, serta semangat dan
motivasi untuk selalu belajar dan mencoba.
·
Tut wuri handayani, mau
menghargai dan mengikuti keinginan-keinginan serta upaya yang dilakukan
masyarakat, sepanjang tidak menyimpang atau meninggalkan acuan yang ada, demi
tercapainya tujuan perbaikan kesejahteraan hidup.
b. Falsafah pentingnya individu
Pentingnya
individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada umumnya, sebab potensi
diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.
c. Falsafah Demokrasi
Klien
diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus dapat
bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.
d. Falsafah Bekerjasama
Falsafah
Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna adanya kerjasama
antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien
agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi
dirinya.
e. Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.”
Thompson
Repley Bryant (Vines dan Anderson, 1976 :81 dalam Asngari, 2001),
seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah ini dengan
mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya
individu membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan
kegiatan "dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka."
f. Falsafah Kontinyu/berkelanjutan
Dunia
berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang, teknologi berkembang, sarana
berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan perkembangan : 1) materi
yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.
g. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual,
maupun berkelompok).
Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram
dengan minyak tanah (jangan sekali-kali dengan bensin) lalu dibakar
(kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar sampai ada
yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan
kelompok yang semuanya belum membangun. Bagi seorang individu, falsafah ini pun
berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu perkembangan. Falsafah ini
memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan individu klien.
Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan
potensi individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai
hasil mendinamiskan diri, sehingga individu mampu berprestasi prima secara
mandiri.
Karena penyuluhan pada dasarnya harus merupakan bagian
integral sekaligus sarana pelancar dan penentu kegiatan pembangunan, Slamet
(1989) menekankan perlunya :
·
Perubahan administrasi
penyuluhan yang bersifat “regulative sentralis” menjadi “fasilitastif
partisipatif”
·
Pentingnya kemauan penyuluh
untuk memahami budaya local yang sering kali
mewarnai “local angricultural practices”.
2.3 Prinsip Penyuluhan
Dan Komunikasi Pertanian
Mathews menyatakan bahwa : prinsip adalah suatu
pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan
dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Prinsip akan berlaku umum, dapat
diterima secara umum, telah diyakini kebenarannya dari berbagai pengamatan
dalam kondisi yang beragam. “Prinsip” dapat dijadikan landasan pokok yang
benar, bagi pelaksanaan kegiatan.
Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam
dunia akademis, Leagans(1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan
kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan. Tanpa
berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi
administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan
baik. Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan,
maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
a. Mengerjakan, artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui
“mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan
pikiran, perasaan, dan ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka
waktu yang lebih lama.
b. Akibat, artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat
atau pengaruh yang baik atau bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau
tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan
belajar/ penyuluhan dimasa-masa mendatang.
c. Asosiasi, artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan
dengan kegiatan lainnya. Sebab, setiap orang cenderung untuk
mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peris-tiwa yang lainnya. Misalnya,
dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan
lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada
usahaa-usaha pemupukan, dll.
Lebih
lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) mengungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan
yang lain yang mencakup:
a. Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika
selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus
dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang
dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya,
kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan terse-dianya sumberdaya,
serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi
terlebih dahulu.
b. Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif
jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap
keluarga/kekerabatan.
c. Keragaman budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan
adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan
budaya lokal yang beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam
untuk setiap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada
keragaman budayanya.
d. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan
mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan
bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan
kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu
memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
e. Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif
jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam
melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.
f. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus
selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu
alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan
terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam
penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan
dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
g. Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus
diupayakan agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari
pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain,
penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep
teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk
mencoba atau memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
h. Penggunaan metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus
dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi
(lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya) sasarannya. Dengan
kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran
dengan efektif dan efisien.
i. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri,
dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam hubungan ini, penyuluh
sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin
lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.
j. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar
pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai
dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk
menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan
untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan
pertanian).
k. Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga
sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung
pengertian-pengertian:
·
Penyuluhan harus dapat mempengaruhi
segenap anggota keluarga,
·
Setiap anggota keluarga
memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan,
·
Penyuluhan harus mampu mengembangkan
pemahaman bersama
·
Penyuluhan mengajarkan pengelolaan
keuangan keluarga.
·
Penyuluhan mendorong
keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani.
·
Penyuluhan harus mampu
mendidik anggota keluarga yang masih muda,
·
Penyuluhan harus
mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga, baik
yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
·
Mengembangkan pelayanan
keluarga terhadap masyarakat-nya.
l. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya
kepuasan. Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada
program-program penyuluhan selanjutnya.
Terkait
dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan
produktivitas usahatani ke arah pengembangan agribisnis, dan di lain pihak
seiring dengan terjadinya perubahan sistem desentralisasi pemerintahan di
Indonesia, telah muncul pemikiran tentang prinsip-prinsip (Soedijanto, 2001):
a. Kesukarelaan, artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan
penyuluhan tidak boleh berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus
dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan
memecahkan masalah kehidupan yang dirasakannya.
b. Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri
dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun
kelembagaan yang lain.
c. Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan melak-sanakan
kegiatan dengan penuh tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan
pihak luar.
d. Partisipatip, yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak
peng-ambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, eva-luasi, dan
pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.
e. Egaliter, yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang
setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa
diirendahkan.
f. Demokrasi, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk
mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat maupun perbedaan di
antara sesama stakeholders.
g. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan
saling mempedulikan.
h. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan
mengembangkan sinergisme.
i. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka
untuk diawasi oleh siapapun.
j. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah
otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumberdaya pertanian bagi
sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan kesinambungan pembangunan.
2.3.1
Teknik Komunikasi Persuasif
a.
proses komunikasi persuasif, yang
dilakukan oleh penyuluh dalam memfasilitasi sasaran (pelaku utama dan pelaku
usaha) beserta keluarganya guna membantu mencari pemecahan masalah berkaitan
dengan perbaikan dan pengembangan usahan mereka, komunikasi ini sifatnya
mengajak dengan menyajikan alternatif-alternatif pemecahan masalah, namun
keputusan tetap pada sasaran.
b.
proses pemberdayaan, maknanya
adalah memberikan “kuasa dan wewenang” kepada pelaku utama dan pelaku usaha
serta mendudukkannya sebagai “subyek” dalam proses pembangunan pertanian, bukan
sebagai “obyek”, sehingga setiap orang pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki
dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk
·
Berpartisipasi
·
Mengakses teknologi,
sumberdaya, pasar dan modal
·
Melakukan control terhadap setiap pengambilan keputusan
·
Memperoleh manfaat dalam setiap lini proses dan hasil
pembangunan pertanian.
c.
proses pertukaran informasi
timbal-balik antara penyuluh dan sasaran (pelaku utama maupun pelaku usaha).
Proses pertukaran informasi timbal-balik ini mengenai berbagai alternatif yang
dilakukan dalam upaya pemecahan masalah berkaitan dengan perbaikan dan
pengembangan usahanya.
2.4
Komunikasi Dalam Penyuluh Pertanian
2.4.1
Pengertian
Dalam proses komunikasi terdapat lima
komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan yaitu:
sender, massage, delivery channel atau media, receiver dan efect/umpan balik
(feedback). Melalui proses komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau
sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya
akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh
penerima pesan tersebut.
Secara sederhana menurut Tubbs dan Moss (1996)
komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang
dimaksudkannya. Sebenarnya ini hanya salah satu ukuran bagi efektivitas
komunikasi. Secara umum, komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan
yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.
2.4.2
Syarat Komunikasi Efektif
Syarat utama dalam komunikasi efektif adalah
karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat,
disertai dengan kepercayaan pada orang lain. Covey mengusulkan ada enam hal
utama yang dapat menambah kekuatan emosi dalam menjalin hubungan dengan
sesama yaitu :
a. Berusaha benar-benar
mengerti orang lain
Ini adalah dasar dari apa yang disebut emphatetic
communication- (komunikasi empatik). Ketika berkomunikasi dengan orang
lain, kita mungkin mengabaikan orang itu dengan tidak serius membangun hubungan
yang baik. Kita mungkin berpura-pura. Kita mungkin secara selektif
berkomunikasi pada saat kita memerlukannya, atau kita membangun komunikasi yang
atentif (penuh perhatian) tetapi tidak benar-benar berasal dari dalam diri
kita.
Bentuk komunikasi tertinggi adalah komunikasi
empatik, yaitu melakukan komunikasi untuk terlebih dahulu mengerti orang lain –
memahami karakter dan maksud/tujuan atau peran orang lain.
Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecil begitu
penting dalam suatu hubungan – hal-hal yang kecil adalah hal-hal yang besar.
b. Memenuhi komitmen
atau janji
c. Menjelaskan harapan
Penyebab dari hampir semua kesulitan dalam hubungan berakar di dalam harapan
yang bertentangan atau berbeda sekitar peran dan tujuan. Harapan harus
dinyatakan secara eksplisit.
d. Meminta maaf
e. Integritas.
Integritas merupakan fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif.
Karena tidak ada persahabatan atau teamwork tanpa ada kepercayaan (trust), dan
tidak akan ada kepercayaan tanpa ada integritas. Integritas mencakup hal-hal
yang lebih dari sekadar kejujuran (honesty). Kejujuran mengatakan kebenaran
atau menyesuaikan kata-kata kita dengan realitas. Integritas adalah menyesuaikan
realitas dengan kata-kata kita. Integritas bersifat aktif, sedangkan kejujuran
bersifat pasif.
Hukum
Komunikasi Yang Efektif yang dikembangkan dan rangkum dalam satu kata yang
mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti
merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah
upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati,
tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
a. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang
efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang
kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama
dalam kita berkomunikasi dengan orang lain.
b. Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan
diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu
prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti
oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita
dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
c. Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan
atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih
dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti
pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini
mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel
sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini
mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan
yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal
ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima
oleh penerima pesan.
d. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan
baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan
itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai
penafsiran yang berlainan. Kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana.
e.
Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati
yang kita miliki. Sikap menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui
kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika
komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang
efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada
gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh
dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan
jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
2.4.3
Prinsip Dasar Yang
Mempengaruhi Komunikasi
a.
Faktor teknis
Faktor yang bersifat teknis yaitu kurangnya penguasaan teknis komunikasi.
Teknik komunikasi mencakup .unsur-unsur yang ada dalam komunikator dikala
mengungkapkan pesan menjadi lambang-lambang.kejelian dalam memilih saluran,
metode penyampaian pesan.
b.
Faktor perilaku
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah
perilaku komunikan yang bersifat : pandangan yang bersifat apriori, prasangka
yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter, ketidak mampuan untuk
berubah vvalaupun salah, sifat yang egosentris.
c.
Faktor situasional
Kondisi dan situasi yang menghambat komunikasi misalnya situasi ekonomi,
sosial, politik dan keamanan
d.
Keterbatasan waktu
Sering karena keterbatasan waktu orang tidak berkomunikasi, atau
berkomunikasi secara tergesa-gesa, yang tentunya tidak akan bisa memenuhi
persyaratan-persyaratan komunikasi.
e.
Jarak Psychologis/status social
Jarak psychologis biasanya terjadi akibat
adanya perbedaan status, yaitu status sosial maupun status dalam pekerjaan.
Misalnya, seorang pesuruh akan sulit berkomunikasi dengan seorang menteri
karena ada jarak psichologis yaitu pesuruh merasa statusnya terlalu jauh
terhadap menteri. Selanjutnya, ada orang yang hanya ingin mendengar
informasi yang dia senangi saja, sedangkan informasi lainnya tidak.
f.
Adanya evaluasi terlalu dini
Seringkali orang sudah mempunyai
prasangka, atau sudah menarik suatu kesimpulan sebelum menerima keseluruhan
informasi atau pesan. Hal ini jelas menghambat komunikasi yang baik.
g.
Lingkungan yang tidak mendukung
Komunikasi interpersonal akan lebih
efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang, berikut ini beberapa
contoh suasana lingkungan yang tidak menunjang atau mendukung yaitu :
·
Keadaan suhu (terlalu panas atau terlalu dingin)
·
Keadaan ribut atau bising
·
Lingkungan fisik yang tidak
mendukung (ruang terlalu sempit/ kurang keleluasaan pribadi)
h.
Keadaan si komunikator
Keadaan fisik dan perasaan komunikator
sangat berpengaruh terhadap berhasil atau gagalnya komunikasi. Misalnya :
·
Komunikator sedang mempunyai masalah pribadi
hingga pikiran kacau. Hal ini akan mengakibatkan pesan yang disampaikannya juga
kacau, tidak sistematis hingga membingungkan pendengar/sasaran.
·
Komunikator sedang sakit, juga mempengaruhi
komunikasi, atau kalau komunikator mempunyai cacat seperti suara sengau. gagap
dan sebagainya akan mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak jelas tertangkap
oleh sasaran.
i.
Gangguan bahasa
·
Komponen semantik : Gangguan semantik ialah
gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang
digunakan. Gangguan semantik sering terjadi karena :
§
Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai
jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu.
§
Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan
bahasa yang digunakan oleh penerima.
§
Komponen semantik meliputi, pengetahuan objek.
hubungan objek, dan hubungan peristiwa
·
Komponen Struktur
Struktur bahasa yang digunakan tidak
sebagaimana mestinya sehingga membingungkan penerima. ii Komponen Struktur
meliputi, fonologi, morfologi, dan sintaksis.
·
Komponen Penggunaan / Pragmatik
Komponen pragmatik meliputi fungsi dan
konteks. Penguasaan akan komponen ini menjadikan mampu mengawali komunikasi,
memelihara komunikasi dan mengakhiri komunikasi (M. Lahey, 1989)
j.
Rintangan fisik
Rintangan fisik adalah rintangan yang
disebabkan karena kondisi geografis misalnya jarak yang jauh sehingga sulit
dicapai, tidak adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan
semacamnya.
Dalam komunikasi antar manusia rintangan
fisik bisa juga diartikan karena adanya gangguan organik, yakni tidak
berfungsinya salah satu panca indra penerima.
2.5 Fungsi Penyuluhan Dan
Komunikasi Pertanian
Fungsi
penyuluhan pertanian terutama adalah memfasilitasi dan memotivasi proses
pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha agar tercapai tujuan pengembangan
sumberdaya manusia (SDM) dan peningkatan modal sosial, sehingga mereka mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan adanya
program Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan (PUAP), fungsi penyuluhan
pertanian memfasilitasi dalam bimbingan, pendampingan dan advokasi pengelolaan
usaha agribisnis di perdesaan, memfasilitasi dan memotivasi penumbuhan dan
pengembangan kelompoktani serta gabungan kelompok tani. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut, maka penyuluh sebagai fasilitator harus menguasai selain
falsafah dan prinsip-prinsip penyuluhan pertanian, juga Teknik Komunikasi
Persuasif.
Tugas
dan fungsi Penyuluh Pertanian secara garis besar adalah melaksanakan fungsi
sebagai fasilitator dalam kegiatan penyuluhan pertanian secara rinci dapat
dibaca pada Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian, Per.Men. N. 37/Permentan/OT.140/3/2007. Modul ini
memperkenalkan beberapa Teknik Komunikasi Persuasif dalam Penyuluhan Pertanian
khususnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi Penyuluh Pertanian. Diharapkan
setelah mempelajari pokok bahasan ini, peserta Diklat Pembekalan alih jenjang
memahami dapat menerapkan teknik komunikasi persuasif dalam penyuluhan
pertanian khususnya dalam memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha
agribisnis di pedesaan.
2.6 Latihan Soal
a. apa yang di maksud dengan
falsafah penyuluhan dan komunikasi pertanian?
b. apa yang di maksud dengan
prinsip penyuluhan dan komunikasi pertanian?
c. apa yang di maksud dengan fungsi penyuluhan dan komunikasi
pertanian?
Daftar Pustaka
Sistem Penyuluhan Pertanian
0 komentar:
Posting Komentar