Rabu, 05 Februari 2014

Murnikan Hati!



IBADAH BERLANDASKAN
IKHLAS
          Allah SWt. menciptakan manusia agar senantiasa beribadah kepada-Nya. Sebagaimana termaktub di dalam firman-Nya, yaitu:
          “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-KU.” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 56)
          Ayat tersebut menjelaskan, bahwa tugas seorang manusia selaku hamba Allah adalah beribadah kepada-Nya. Tidak ada yang patut disembah kecuali Allah SWt. sehingga ibadah yang kita lakukan harus berlandaskan Allah SWt, maka segala amal yang kita lakukan harus menjadi sebuah ibadah dengan dasar ikhlas kepada Allah SWt.
          Ikhlas merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan suatu amalan ibadah kita diterima Allah SWt. Ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih yang kita lakukan hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dari-Nya semata. Sehingga dalam beramal, kita hanya mengharap balasan dari Allah semata, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk lainnya.
          Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menjelaskan arti ikhlas itu adalah mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan. Beliau pun menjelaskan bahwa ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Allah SWt. berfirman:
          “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah [98]): 5)
          Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya tugas seorang manusia adalah beribadah kepada Allah SWt. dengan landasan ikhlas, yaitu memurnikan ketaatan kepada Allah SWt. tidak ada unsur riya, ataupun perasaan lainnya, melainkan hanya mengharapkan keridhoan-Nya dan balasan dari-Nya.
          Seperti seorang pegawai yang bekerja di sebuah perusahan A, tidak bisa mengharapkan gaji dari perusahan B, tetapi ia harusnya meminta gaji tersebut ke perusahaan tempat ia bekerja. Seperti itu pula ibadah, Allah lah yang memerintahkan kita selaku seorang hamba untuk beribadah kepada-Nya, maka yang akan membalasnya pun adalah Allah, bukan manusia. Maka jika kita beribadah untuk mendapatkan pujian dari manusia, maka kita hanya akan mendapat pujian, tidak akan mendapat pahala dari Allah SWt.
          “Dari Umar r.a. dia berkata: aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya balasan yang akan diperoleh seseorang dari amalnya juga sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keridhoan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keduniaan atau seorang wanita yang ingin diperistrinya, maka dia akan mendapatkan balasan yang sesuai niatnya.” (H.R. Bukhari Muslim)
          Imam Bukhari menempatkan hadis ini di awal kitabnya, didalam bab permulaan turunnya wahyu. Seakan memang tak ada hubuhngannya dengan turunnya wahyu. Namun, ini pertanda betapa pentingnya niat, bahwa niat menjadi pondasi utama sebuah amal. Balasan yang kita terima atas amal yang kita lakukan, tergantung kepada niat kita melakukan amal tersebut. Oleh karena itu, ikhlas merupakan landasan utama atas setiap amal, agar setiap amal yang kita perbuat tak berakhir sia-sia.
          Bagaimana pun keadaan kita, itu tak akan mempengaruhi penilaian Allah kepada kita. Karena yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Rasulullah Saw. menjelaskan dalam sebuah hadis:
          “Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada postur kalian dan tidak pula kepada bentuk rupa kalian. Akan tetapi, Dia akan melihat kepada hati kalian.” (H.R. Muslim)
          Di dalam hadis tersebut, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa Allah tidak melihat bagaimana rupa hambanya, melainkan Allah melihat hati seorang hambanya. Maka dari itu, segala amal yang kita lakukan harus berlandaskan keikhlasan di dalam hati seorang manusia, karena yang Allah lihat adalah niat hamba tersebut. Sebesar apapun amal yang kita lakukan, semua tergantung kepada niat dari amalan yang kita lakukan.
          “Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Rabbnya ‘Aza wa Jala: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan serta telah menjelaskan di dalam kitab-Nya. Barangsiapa yang sudah berniat untuk berbuat kebaikan namun tidak jadi mengerjakannya. Maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan yang sempurna. Jika dia lalu benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan untuknya 10 hingga 700 kebaikan, bahkan bisa lebih banyak lagi. Barangsiapa yang sudah berniat untuk berbuat keburukan, namun tidak jadi mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan yang sempurna. Jika dia lalu benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan 1 keburukan untuknya.” (H.R. Bukhari Muslim)
          Dalam hadis tersebut Allah SWt. menjelaskan betapa pentingnya niat, ketika kita telah berniat dan berusaha untuk mengerjakan kebaikan, namun akhirnya tidak terlaksana, Allah akan tetap membalasnya dengan 1 kebaikan. Betapa pemurahnya Allah terhadap hambanya, sebesar apapun amal shalih yang kita lakukan, Allah akan membalasnya dengan baik, karena Allah sebaik-baiknya pemberi balasan.
          Begitulah pentingnya niat dalam segala amal perbuatan yang kita lakukan. Ketika amal shalih yang kita perbuat, namun niatnya bukan karena Allah, maka amal perbuatan yang kita lakukan akan sia-sia di mata Allah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Saw. di dalam sebuah hadis:
          “Dari Jundab bin Abdullah r.a. ia berkata: Nabi Saw. bersabda: Barangsiapa berbuat kebaikan dengan niat supaya didengar oleh orang lain, niscaya Allah akan membuat orang lain mendengarnya (dan hanya itulah balasannya). Barangsiapa yang berbuat kebaikan dengan niat supaya dilihat oleh orang lain, niscaya Allah akan membuat orang lain melihatnya (dan hanya itu balasannya).” (H.R. Bukhari Muslim)
          Dari hadis tersebut, Rasulullah Saw. menyampaikan betapa pentingnya niat dalam amal perbuatan yang kita lakukan. Karena balasan atas setiap amal yang kita lakukan, sesuai denga apa yang kita niatkan. Seperti halnya dijelaskan dalam hadis tersebut, ketika seseorang melakukan suatu amal perbuatan dengan niat agar dilihat orang lain, maka hanya itu balasan yang didapatkannya, tidaka akan ada balasan kebaikan berupa pahala dari Allah SWt.
          Selain itu, dalam hadis lain pun dijelaskan mengenai pentingnya niat. Seperti dalam hadis riwayat Muslim, dijelaskan mengenai tiga golongan yang dihisab oleh Allah SWt. pertama adalah orang yang secara zhahirnya mati syahid, namun ia dikatakan berdusta oleh Allah SWt. karena ia berperang dengan niat supaya disebut sebagai jagoan dan ia pun sudah mendapatkannya. Lalu orang tersebut diseret pada mukanya hingga akhirnya dicemplungkan kedalam neraka.
          Kedua adalah orang yang mempelajari ilmu islam dan mengajarkannya kepada orang lain dan selalu membaca Al-Qur’an. Namun, Allah pun menyatakan bahwa orang tersebut berdusta. Allah mengatakan bahwa ia mempelajarinya supaya ia dikatakan sebagai orang ‘alim dan selalu membaca Al-Qur’an supaya engkau disebut sebagai qari’ dan engkau sudah mendapatkan semua itu. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya pada mukanya hingga akhirnya dicemplungkan ke dalam neraka.
          Ketiga adalah orang yang diberi kekayaan melimpah oleh Allah, yang digunakan untuk bershadaqoh. Namun, Allah pun menyatakan bahwa orang tersebut berdusta. Allah mengatakan bahwa ia mengeluarkan shadaqoh tersebut dengan niat agar ia dikatakan sebagai dermawan dan ia sudah mendapatkan julukan itu. Lalu Allah pun memerintahkan malaikat untuk meyeret pada mukanya hingga ia dicemplungkan ke dalam neraka.
          Dari ketiga kisah tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ikhlas adalah sebuah keharusan dalam mengerjakan sebuah amal ibadah. Mungkin ketiga kisah amal perbuatan tersebut di mata manusia adalah merupakan kebaikan dan amal perbuatan yang begitu besar. Namun, di mata Allah itu tak ada apa-apanya, karena diniatkan bukan karena Allah SWt. bukankah Rasul pernah menyampaikan bahwa ada seorang wanita yang masuk surga karena member minum seekor anjing, atau Bilal yang masuk surga karena ia senantias melaksanakan shalat syukrul wudhu. Hal tersebut terkadang di mata manusia tidak ada apa-apanya, namun di mata Allah itu adalah amal yang besar, karena dilandaskan atar dasar keihklasan mengharap ridha dan balasan hanya dari-Nya.
          “Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5)
          Ayat kelima surat Al-Fatihah tersebut mungkin sering kita lafalkan. Entah dalam shalat wajib lima waktu, atau pun shalat-shalat sunnat yang kita lakukan. Hal ini pun harus diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan, agar hanya tak berakhir sampai di ujung tenggorokan. Sehingga segala amal yang kita perbuat, benar-benar karena Allah SWt. yaitu ikhlah lilLahi ta’ala.
          Wallahu’alam bi Shawab.

0 komentar:

Posting Komentar