HASIL MERUPAKAN BUAH DARI
USAHA SEORANG MANUSIA
Tak dapat dipungkiri, manusia selaku
hamba Allah pasti memiliki sebuah harapan atau cita-cita yang ingin diraih.
Tidak akan ada satu pun manusia di muka bumi ini, yang tidak memiliki harapan
dalam hidupnya. Ketika manusia memiliki
sebuah harapan, tentu ia akan berusaha untuk dapat meraihnya atau
mendapatkannya.
Memiliki harapan pada hakikatnya
menjadi motivasi bagi manusia untuk berusaha mendapatkannya. Karena pengharapan
tergantung usaha dalam meraih apa yang diharapkan. Maka sesungguhnya, harapan
tertinggi seorang mu’min adalah surga. Tidak mungkin seorang mu’min tidak
memiliki keinginan untuk mendapatkan surga sebagai balasan atas setiap amal
perbuatan yang ia lakukan. Maka hal tersebut harus menjadi motivasi untuk kita
berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah SWt. berfirman:
“Dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka
mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Q.S. Al-Isra
[17]: 19)
Firman Allah tersebut menjelaskan
bahwa orang yang mendapat balasan yang baik berupa surga, adalah orang-orang
yang senantiasa menginginkan kehidupan akhirat yang baik dan berusaha kea rah
itu dan ia adalah seorang mu’min, maka ia akan mendapatkan balasan yang baik.
Tiga hal tersebut menjadi syarat
mendapatkan balasan yang baik, yaitu ada keinginan dalam hati untuk mendapatkan
kehidupan akhirat yang baik, dan itu merupakan sebuah harapan yang harus ada
dalam setiap mu’min. kedua adalah usaha, untuk menjadi mu’min yang mendapatkan
balasan yang baik berupa surga, maka harus berusaha untuk mendapatkannya.
Ketiga adalah mu’min, karena hanya orang-orang yang beriman yang akan
mendapatkan surga. Sebesar apapun amal perbuatan yang dilakukan, sedang ia
kafir, maka amalan itu hanya sia-sia belaka.
Kehidupan akhirat pasti akan dialami
oleh seluruh manusia, baik yang menginginkannya ataupun yang tidak. Menghendaki
negeri akhirat dalam surat Al-Isra ayat 19 tersebut maksudnya adalah kehidupan
akhirat yang baik. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa menghendaki
kehidupan akhirat yaitu yang menghendaki negeri akhirat dan apa yang ada di
dalamnya berupa kenikmatan dan kegembiraan.[1]
Oleh karena itu, bagi yang menginginkan kenikmatan kelak di hari akhir, harus
mengusahakan untuk mendapatknnya.
menghendaki kehidupan akhirat ini
merupakan sebuah harapan, atau ar-raja’u. roja di dalam tafsir al-muniir
dijelaskan bahwa roja ialah mengharapkan sesuatu yang menggembirakan pada waktu
yang akan datang[2].
Dengan kata lain, roja atau harapan manusia merupakan suatu harapan yang
menggembirakan, yang datangnya pada waktu yang akan datang. Dan yang
diharapkannya tersebut adalah marjuwwun (yang diharapkan). Seperti kita
menginginkan buah mangga, menginginkan buah mangga tersebut adalah roja dan
buah mangga tersebut adalah marjuwwun.
Ketika manusia memiliki sebuah
harapan, tentu manusia tersebut akan berusaha untuk meraih apa yang
diharapkannya. Ali bin Abi Thalib r.a berkata kepada sahabat-sahabatnya:
“Siapa yang mengharapkan sesuatu maka ia akan berusaha mendapatkannya, dan siapa yang takut terhadap sesuatu maka ia akan melarikan diri dari padanya.”[3]
“Siapa yang mengharapkan sesuatu maka ia akan berusaha mendapatkannya, dan siapa yang takut terhadap sesuatu maka ia akan melarikan diri dari padanya.”[3]
Perkataan Ali memang benar adanya,
apabila manusia memang benar menginginkan surga, maka seharusnya ia berusaha
mendapatkannya. Dan jika seorang manusia takut terhadap neraka, maka seharusnya
ia berusaha menjauhinya.
Jika manusia menginginkan surga, namun
tidak mau berusaha untuk medapatkan surga, maka harapannya tersebut merupakan
sebuah kedustaan atau kebohongan. Ahmad bin Hanbal berkata:
“Subhanalloh, alangkah mengabaikannya
makhluk ini dari apa yang ada di depannya! Orang yang takut diantara mereka
lalai dan orang yang mengharap diantara
mereka tidak bersemangat.”[4]
Perkataan Ahmad bin Hanbal tersebut
merupakan sindiran terhadap manusia yang masih lalai padahal takut terhadap
adzab neraka, dan otang yang mengharapkan surga namun tidak bersemangat untuk
meraihnya. Segala tingkah laku dan perbuatna tak mencerminkan kenginginannya
untuk mendapatkan surga, hanya sekedar harapan saja. Maka harapan itu adalah
dusta.
Bahkan Abul ‘Atahiyah (wafat tahun 211
H), berkata:
“Engkau mengharapkan keselamatan, namun tidak kau tempuh jalannya, sesungguhnya perahu itu tidak dapat berlayar di atas tanah yang kering.”[5]
“Engkau mengharapkan keselamatan, namun tidak kau tempuh jalannya, sesungguhnya perahu itu tidak dapat berlayar di atas tanah yang kering.”[5]
Perkataan tersebut merupakan sindiran
terhadap manusia, kalimat tersebut menggunakan tasyhbih dimi, yaitu
menyerupakan sesuatu dengan yang tak lazim. Yaitu perahu yang berlayar di atas
tanah yang kering. Namun, perkataan itu benar adanya, manusia mengharapkan
keselamatan berupa surga, namun tidak menempuh jalannya, yaitu beramal sholeh
dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Maka harapan itu adalah mustahil, seperti
mustahilnya perahu yang berlayar di atas tanah yang kering, sungguh sesuatu hal
yang tak mungkin. Maka, ketika kita memilki sebuah harapan, seharusnya kita
berusaha untuk mendapatkannya, karena hasil merupakan buah dari sebuah usaha.
Sa’yu ialah berjalan dengan cepat,
yaitu tanpa berlari dan dia digunakan bagi berusaha dengan sungguh-sungguh
dalam satu urusan, baik kebaikan ataupun keburukun. Maka sa’a dalam ayat
tersebut adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan kehidupan akhirat.
“Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami ia
berkata: Aku bermalam beserta Rasulullah Saw., kemudian aku mendatangkan
untuknya air wudlu serta kebutuhannya. Kemudian beliau Saw. bersabda:
Memintalah padaku!. Aku berkata: Aku meminta kepada engkau untuk menjadi kawan
Engkau di dalam surga. Beliau Saw. bersabda lagi: Apakah tidak ada yang selain
itu?. Aku menjawab: itu saja. Beliau bersabda: Kalau begitu bantulah aku (untuk
melaksanakan permintaan itu) dengan memperbanyak bersujud.” (H.R. Muslim)[6]
Hadis tersebut menjelaskan bahwa
harapan itu tergantung usaha. Seperti halnya rabi’ah tadi dalam hadis tersebut,
meski Rasul menawarkannya menginginkan apa, dan ia menjawab ingin bersama Rasul
di Surga, Rasul mengatakan kepada rabi’ah untuk membantunya dengan memperbanyak
sujud. Sehingga bisa kita simpukan, bahwa harapan itu kembali tergantung kepada
usaha menusia tersebut. Ketika manusia mengharapkan keselamatan, maka
seharusnya ia berusaha meraihnya. Wallahu’alam
bi Shawab.
0 komentar:
Posting Komentar