Rabu, 05 Februari 2014

Hasil = Usaha



HASIL MERUPAKAN BUAH DARI
USAHA SEORANG MANUSIA
          Tak dapat dipungkiri, manusia selaku hamba Allah pasti memiliki sebuah harapan atau cita-cita yang ingin diraih. Tidak akan ada satu pun manusia di muka bumi ini, yang tidak memiliki harapan dalam hidupnya.  Ketika manusia memiliki sebuah harapan, tentu ia akan berusaha untuk dapat meraihnya atau mendapatkannya.
          Memiliki harapan pada hakikatnya menjadi motivasi bagi manusia untuk berusaha mendapatkannya. Karena pengharapan tergantung usaha dalam meraih apa yang diharapkan. Maka sesungguhnya, harapan tertinggi seorang mu’min adalah surga. Tidak mungkin seorang mu’min tidak memiliki keinginan untuk mendapatkan surga sebagai balasan atas setiap amal perbuatan yang ia lakukan. Maka hal tersebut harus menjadi motivasi untuk kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah SWt. berfirman:          
          “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan  sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Q.S. Al-Isra [17]: 19)
          Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa orang yang mendapat balasan yang baik berupa surga, adalah orang-orang yang senantiasa menginginkan kehidupan akhirat yang baik dan berusaha kea rah itu dan ia adalah seorang mu’min, maka ia akan mendapatkan balasan yang baik.
          Tiga hal tersebut menjadi syarat mendapatkan balasan yang baik, yaitu ada keinginan dalam hati untuk mendapatkan kehidupan akhirat yang baik, dan itu merupakan sebuah harapan yang harus ada dalam setiap mu’min. kedua adalah usaha, untuk menjadi mu’min yang mendapatkan balasan yang baik berupa surga, maka harus berusaha untuk mendapatkannya. Ketiga adalah mu’min, karena hanya orang-orang yang beriman yang akan mendapatkan surga. Sebesar apapun amal perbuatan yang dilakukan, sedang ia kafir, maka amalan itu hanya sia-sia belaka.
          Kehidupan akhirat pasti akan dialami oleh seluruh manusia, baik yang menginginkannya ataupun yang tidak. Menghendaki negeri akhirat dalam surat Al-Isra ayat 19 tersebut maksudnya adalah kehidupan akhirat yang baik. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa menghendaki kehidupan akhirat yaitu yang menghendaki negeri akhirat dan apa yang ada di dalamnya berupa kenikmatan dan kegembiraan.[1] Oleh karena itu, bagi yang menginginkan kenikmatan kelak di hari akhir, harus mengusahakan untuk mendapatknnya.
          menghendaki kehidupan akhirat ini merupakan sebuah harapan, atau ar-raja’u. roja di dalam tafsir al-muniir dijelaskan bahwa roja ialah mengharapkan sesuatu yang menggembirakan pada waktu yang akan datang[2]. Dengan kata lain, roja atau harapan manusia merupakan suatu harapan yang menggembirakan, yang datangnya pada waktu yang akan datang. Dan yang diharapkannya tersebut adalah marjuwwun (yang diharapkan). Seperti kita menginginkan buah mangga, menginginkan buah mangga tersebut adalah roja dan buah mangga tersebut adalah marjuwwun.
          Ketika manusia memiliki sebuah harapan, tentu manusia tersebut akan berusaha untuk meraih apa yang diharapkannya. Ali bin Abi Thalib r.a berkata kepada sahabat-sahabatnya:
          “Siapa yang mengharapkan sesuatu maka ia akan berusaha mendapatkannya, dan siapa yang takut terhadap sesuatu maka ia akan melarikan diri dari padanya.”[3]
          Perkataan Ali memang benar adanya, apabila manusia memang benar menginginkan surga, maka seharusnya ia berusaha mendapatkannya. Dan jika seorang manusia takut terhadap neraka, maka seharusnya ia berusaha menjauhinya.
          Jika manusia menginginkan surga, namun tidak mau berusaha untuk medapatkan surga, maka harapannya tersebut merupakan sebuah kedustaan atau kebohongan. Ahmad bin Hanbal berkata:
          “Subhanalloh, alangkah mengabaikannya makhluk ini dari apa yang ada di depannya! Orang yang takut diantara mereka lalai dan orang yang  mengharap diantara mereka tidak bersemangat.”[4]
          Perkataan Ahmad bin Hanbal tersebut merupakan sindiran terhadap manusia yang masih lalai padahal takut terhadap adzab neraka, dan otang yang mengharapkan surga namun tidak bersemangat untuk meraihnya. Segala tingkah laku dan perbuatna tak mencerminkan kenginginannya untuk mendapatkan surga, hanya sekedar harapan saja. Maka harapan itu adalah dusta.
          Bahkan Abul ‘Atahiyah (wafat tahun 211 H), berkata:
          “Engkau mengharapkan keselamatan, namun tidak kau tempuh jalannya, sesungguhnya perahu itu tidak dapat berlayar di atas tanah yang kering.”[5]
          Perkataan tersebut merupakan sindiran terhadap manusia, kalimat tersebut menggunakan tasyhbih dimi, yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang tak lazim. Yaitu perahu yang berlayar di atas tanah yang kering. Namun, perkataan itu benar adanya, manusia mengharapkan keselamatan berupa surga, namun tidak menempuh jalannya, yaitu beramal sholeh dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Maka harapan itu adalah mustahil, seperti mustahilnya perahu yang berlayar di atas tanah yang kering, sungguh sesuatu hal yang tak mungkin. Maka, ketika kita memilki sebuah harapan, seharusnya kita berusaha untuk mendapatkannya, karena hasil merupakan buah dari sebuah usaha.
          Sa’yu ialah berjalan dengan cepat, yaitu tanpa berlari dan dia digunakan bagi berusaha dengan sungguh-sungguh dalam satu urusan, baik kebaikan ataupun keburukun. Maka sa’a dalam ayat tersebut adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan kehidupan akhirat.
          “Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami ia berkata: Aku bermalam beserta Rasulullah Saw., kemudian aku mendatangkan untuknya air wudlu serta kebutuhannya. Kemudian beliau Saw. bersabda: Memintalah padaku!. Aku berkata: Aku meminta kepada engkau untuk menjadi kawan Engkau di dalam surga. Beliau Saw. bersabda lagi: Apakah tidak ada yang selain itu?. Aku menjawab: itu saja. Beliau bersabda: Kalau begitu bantulah aku (untuk melaksanakan permintaan itu) dengan memperbanyak bersujud.” (H.R. Muslim)[6]
          Hadis tersebut menjelaskan bahwa harapan itu tergantung usaha. Seperti halnya rabi’ah tadi dalam hadis tersebut, meski Rasul menawarkannya menginginkan apa, dan ia menjawab ingin bersama Rasul di Surga, Rasul mengatakan kepada rabi’ah untuk membantunya dengan memperbanyak sujud. Sehingga bisa kita simpukan, bahwa harapan itu kembali tergantung kepada usaha menusia tersebut. Ketika manusia mengharapkan keselamatan, maka seharusnya ia berusaha meraihnya. Wallahu’alam bi Shawab.


[1] Tafsir Ibnu Katsir, V: 65.
[2] At-Tafsir Al-Muniir, VIII: 372.
[3] Al-‘Aqdul Farid: 1/320
[4] Syu’abul Iman 1/351 no.390.
[5] Al-Balaghatul Qhadihah: 49.
[6] Shahih Muslim, I:223 no.489, Sunan Abu Daud, I:492 no.1320.

0 komentar:

Posting Komentar