Hujan membungkus langit yang temaram tanpa cahaya. Membasahi setiap
jengkal bumi, tanpa terkecuali. Menyamarkan tangis yang menguap bersama
rintik-rintik hujan.
“Aku gagal!” teriaknya, membalas petir yang berkelabatan di langit.
Perempuan berkacamata putih itu masih tersedu di ujung ruangan.
Mencerna setiap kenyataan.
“Aku gagal kak!” ucapnya sekali lagi pada pembimbingnya.
Jasmine hanya duduk disampingnya. Membersamai setiap tangisnya. Ia
tak banyak berkomentar, hanya diam mendengarkan.
“Seharusnya aku bisa masuk ke tingkat provinsi kak, seperti harapan
para ustadz”. Perempuan itu masih terus berkeluh kesah, melampiaskan
perasaannya bersama tangis yang belum reda.
Jasmine kemudian mengusap kepalanya dengan lembut. Menghapus air
matanya. Dan berbisik.
“kamu juara ra!”
“kak, aku gagal. Aku hanya juara keempat. Bahkan tak bisa masuk
tiga besar” protes humaira.
Jasmine mengangkat kepala humaira, menatapnya lekat-lekat.
“kamu itu juara ra!” ucap jasmine sekali lagi, dengan nada
meyakinkan.
“Juara, bukan tentang satu atau dua ra. Juara bukan tentang berdiri
di podium pertama. Juara itu, tentang mereka yang berani mencoba, belajar dari
setiap pengalaman, dan bangkit dari setiap keterpurukan.” Jelas jasmine dengan
lembut.
***
Suasana hening sejenak. Hanya terdengar rintik hujan yang mulai
melambat dan denting jam yang masih berputar.
Humaira hanya terdiam mendengar ucapan pembimbingnya itu. Jasmine
masih setia membersamai, menenangkan hati humaira yang resah.
Sore tadi, di lomba pidato bahasa Indonesia tingkat kota, Humaira
hanya meraih posisi keempat dan gagal menjadi perwakilan kota untuk berlomba di
tingkat provinsi. Ia merasa gagal dan mengecewakan para ustadz yang telah
percaya kepadanya. Ia pulang menuju asrama dengan hati temaram. Matanya
berkaca-kaca, menahan haru kesedihan dari sebuah kekalahan.
“Ra… kamu itu juara. Dan kakak, bangga dengan kamu” ucap jasmine
sambil tersenyum.
“banyak orang yang lebih dulu kalah, padahal sama sekali belum
melangkah. Banyak orang yang lebih dulu gagal, bahkan sebelum bertemu jalanan yang
terjal. Keberhasilan itu hanya buah, yang menjadi berharga adalah prosesnya.
Buah yang manis, berasal dari proses budidaya yang baik. Dari mulai menanam,
merawat, baru kemudian memanen.” Jelas kak jasmine.
Tangis humaira mulai mereda. Ia mencoba mencerna kata per kata yang
diucapkan kakak pembimbingnya itu.
“kekalahan di perang uhud, adalah pelajaran berharga untuk
kemenangan-kemenangan besar yang Rasulullah saw. dan kaum muslimin raih di
kemudian hari. Kamu, tak usah menangis. Jika jatuh, bangkitlah. Kekalahan hanya
satu dari sekian proses yang harus kita hadapi, untuk bersyukur atas manisnya
nikmat kemenangan. Ra, kamu sudah juara, sudah menang. menang melawan ketakutan
tentang ‘mencoba’. Kamu telah berani memulai dan mengawali. Terus berjuang ra,
jangan menyerah!” ucap jasmine sambil mengepalkan kedua tangannya dan menatap
humaira penuh semangat.
Jasmine beranjak berdiri. Bersiap kembali ke kamarnya.
“ini untukmu, hadiah karena kamu telah juara” ucap jasmine sambil
memberikan sebuah buku. Buku kecil berupa nasihat para ulama untuk para
pejuang.
Jasmine berbalik badan. Tak lama kemudian, ia pergi, kembali ke
kamarnya.
Humaira hanya terpaku, menatap buku di tangannya. Ia buka halaman
paling depan. Ada satu pesan kecil yang dituliskan kak jasmine di halaman
terdepan buku itu.
“Untuk setiap perjuangan. Kemenangan bukan tentang angka satu, dua,
atau tiga. Kemenangan adalah keberanian melawan ketakutan. Kemenangan adalah
keberanian untuk memulai sebuah perjuangan”
Humaira terdiam, menghapus jejak-jejak air mata yang masih
membasahi pipinya. Ia berdiri, berjalan mendekati jendela. Memandangi hamparan
langit yang luas.
“Bismillah..” ucapnya sambil memandang langit penuh semangat.
0 komentar:
Posting Komentar