IBADAH BERLANDASKAN
IKHLAS
Allah SWt. menciptakan manusia agar
senantiasa beribadah kepada-Nya. Sebagaimana termaktub di dalam firman-Nya,
yaitu:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-KU.” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat tersebut menjelaskan, bahwa tugas
seorang manusia selaku hamba Allah adalah beribadah kepada-Nya. Tidak ada yang
patut disembah kecuali Allah SWt. sehingga ibadah yang kita lakukan harus
berlandaskan Allah SWt, maka segala amal yang kita lakukan harus menjadi sebuah
ibadah dengan dasar ikhlas kepada Allah SWt.
Ikhlas merupakan salah satu hal yang
dapat menyebabkan suatu amalan ibadah kita diterima Allah SWt. Ikhlas adalah
memurnikan ibadah atau amal shalih yang kita lakukan hanya untuk Allah dengan
mengharap pahala dari-Nya semata. Sehingga dalam beramal, kita hanya mengharap
balasan dari Allah semata, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk lainnya.
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menjelaskan
arti ikhlas itu adalah mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika
melakukan ketaatan. Beliau pun menjelaskan bahwa ikhlas adalah memurnikan
amalan dari segala yang mengotorinya. Allah SWt. berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali
supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah
[98]): 5)
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya
tugas seorang manusia adalah beribadah kepada Allah SWt. dengan landasan
ikhlas, yaitu memurnikan ketaatan kepada Allah SWt. tidak ada unsur riya,
ataupun perasaan lainnya, melainkan hanya mengharapkan keridhoan-Nya dan
balasan dari-Nya.
Seperti seorang pegawai yang bekerja
di sebuah perusahan A, tidak bisa mengharapkan gaji dari perusahan B, tetapi ia
harusnya meminta gaji tersebut ke perusahaan tempat ia bekerja. Seperti itu
pula ibadah, Allah lah yang memerintahkan kita selaku seorang hamba untuk
beribadah kepada-Nya, maka yang akan membalasnya pun adalah Allah, bukan
manusia. Maka jika kita beribadah untuk mendapatkan pujian dari manusia, maka
kita hanya akan mendapat pujian, tidak akan mendapat pahala dari Allah SWt.
“Dari Umar r.a. dia berkata: aku
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya amal itu tergantung
pada niatnya dan sesungguhnya balasan yang akan diperoleh seseorang dari
amalnya juga sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk
meraih keridhoan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridhoan Allah
dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keduniaan atau
seorang wanita yang ingin diperistrinya, maka dia akan mendapatkan balasan yang
sesuai niatnya.” (H.R. Bukhari Muslim)
Imam Bukhari menempatkan hadis ini di
awal kitabnya, didalam bab permulaan turunnya wahyu. Seakan memang tak ada
hubuhngannya dengan turunnya wahyu. Namun, ini pertanda betapa pentingnya niat,
bahwa niat menjadi pondasi utama sebuah amal. Balasan yang kita terima atas
amal yang kita lakukan, tergantung kepada niat kita melakukan amal tersebut.
Oleh karena itu, ikhlas merupakan landasan utama atas setiap amal, agar setiap
amal yang kita perbuat tak berakhir sia-sia.
Bagaimana pun keadaan kita, itu tak
akan mempengaruhi penilaian Allah kepada kita. Karena yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. Rasulullah Saw. menjelaskan dalam
sebuah hadis:
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata:
Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada postur kalian
dan tidak pula kepada bentuk rupa kalian. Akan tetapi, Dia akan melihat kepada
hati kalian.” (H.R. Muslim)
Di dalam hadis tersebut, Rasulullah
Saw. menjelaskan bahwa Allah tidak melihat bagaimana rupa hambanya, melainkan
Allah melihat hati seorang hambanya. Maka dari itu, segala amal yang kita
lakukan harus berlandaskan keikhlasan di dalam hati seorang manusia, karena
yang Allah lihat adalah niat hamba tersebut. Sebesar apapun amal yang kita
lakukan, semua tergantung kepada niat dari amalan yang kita lakukan.
“Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah
Saw. bersabda sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Rabbnya ‘Aza wa Jala:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan serta telah
menjelaskan di dalam kitab-Nya. Barangsiapa yang sudah berniat untuk berbuat
kebaikan namun tidak jadi mengerjakannya. Maka akan dituliskan untuknya 1
kebaikan yang sempurna. Jika dia lalu benar-benar mengerjakannya, maka Allah
akan menuliskan untuknya 10 hingga 700 kebaikan, bahkan bisa lebih banyak lagi.
Barangsiapa yang sudah berniat untuk berbuat keburukan, namun tidak jadi
mengerjakannya, maka akan dituliskan untuknya 1 kebaikan yang sempurna. Jika
dia lalu benar-benar mengerjakannya, maka Allah akan menuliskan 1 keburukan
untuknya.” (H.R. Bukhari Muslim)
Dalam hadis tersebut Allah SWt.
menjelaskan betapa pentingnya niat, ketika kita telah berniat dan berusaha
untuk mengerjakan kebaikan, namun akhirnya tidak terlaksana, Allah akan tetap
membalasnya dengan 1 kebaikan. Betapa pemurahnya Allah terhadap hambanya,
sebesar apapun amal shalih yang kita lakukan, Allah akan membalasnya dengan
baik, karena Allah sebaik-baiknya pemberi balasan.
Begitulah pentingnya niat dalam segala
amal perbuatan yang kita lakukan. Ketika amal shalih yang kita perbuat, namun
niatnya bukan karena Allah, maka amal perbuatan yang kita lakukan akan sia-sia
di mata Allah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Saw. di dalam sebuah hadis:
“Dari Jundab bin Abdullah r.a. ia
berkata: Nabi Saw. bersabda: Barangsiapa berbuat kebaikan dengan niat supaya
didengar oleh orang lain, niscaya Allah akan membuat orang lain mendengarnya
(dan hanya itulah balasannya). Barangsiapa yang berbuat kebaikan dengan niat
supaya dilihat oleh orang lain, niscaya Allah akan membuat orang lain
melihatnya (dan hanya itu balasannya).” (H.R. Bukhari Muslim)
Dari hadis tersebut, Rasulullah Saw.
menyampaikan betapa pentingnya niat dalam amal perbuatan yang kita lakukan.
Karena balasan atas setiap amal yang kita lakukan, sesuai denga apa yang kita
niatkan. Seperti halnya dijelaskan dalam hadis tersebut, ketika seseorang
melakukan suatu amal perbuatan dengan niat agar dilihat orang lain, maka hanya
itu balasan yang didapatkannya, tidaka akan ada balasan kebaikan berupa pahala
dari Allah SWt.
Selain itu, dalam hadis lain pun
dijelaskan mengenai pentingnya niat. Seperti dalam hadis riwayat Muslim,
dijelaskan mengenai tiga golongan yang dihisab oleh Allah SWt. pertama adalah
orang yang secara zhahirnya mati syahid, namun ia dikatakan berdusta oleh Allah
SWt. karena ia berperang dengan niat supaya disebut sebagai jagoan dan ia pun
sudah mendapatkannya. Lalu orang tersebut diseret pada mukanya hingga akhirnya
dicemplungkan kedalam neraka.
Kedua adalah orang yang mempelajari
ilmu islam dan mengajarkannya kepada orang lain dan selalu membaca Al-Qur’an. Namun,
Allah pun menyatakan bahwa orang tersebut berdusta. Allah mengatakan bahwa ia
mempelajarinya supaya ia dikatakan sebagai orang ‘alim dan selalu membaca
Al-Qur’an supaya engkau disebut sebagai qari’ dan engkau sudah mendapatkan
semua itu. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya pada mukanya
hingga akhirnya dicemplungkan ke dalam neraka.
Ketiga adalah orang yang diberi
kekayaan melimpah oleh Allah, yang digunakan untuk bershadaqoh. Namun, Allah
pun menyatakan bahwa orang tersebut berdusta. Allah mengatakan bahwa ia
mengeluarkan shadaqoh tersebut dengan niat agar ia dikatakan sebagai dermawan
dan ia sudah mendapatkan julukan itu. Lalu Allah pun memerintahkan malaikat
untuk meyeret pada mukanya hingga ia dicemplungkan ke dalam neraka.
Dari ketiga kisah tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa ikhlas adalah sebuah keharusan dalam mengerjakan
sebuah amal ibadah. Mungkin ketiga kisah amal perbuatan tersebut di mata
manusia adalah merupakan kebaikan dan amal perbuatan yang begitu besar. Namun,
di mata Allah itu tak ada apa-apanya, karena diniatkan bukan karena Allah SWt.
bukankah Rasul pernah menyampaikan bahwa ada seorang wanita yang masuk surga
karena member minum seekor anjing, atau Bilal yang masuk surga karena ia
senantias melaksanakan shalat syukrul wudhu. Hal tersebut terkadang di mata
manusia tidak ada apa-apanya, namun di mata Allah itu adalah amal yang besar,
karena dilandaskan atar dasar keihklasan mengharap ridha dan balasan hanya
dari-Nya.
“Hanya kepada Engkau-lah kami
menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (Q.S. Al-Fatihah
[1]: 5)
Ayat kelima surat Al-Fatihah tersebut
mungkin sering kita lafalkan. Entah dalam shalat wajib lima waktu, atau pun
shalat-shalat sunnat yang kita lakukan. Hal ini pun harus diimplementasikan
secara nyata dalam kehidupan, agar hanya tak berakhir sampai di ujung
tenggorokan. Sehingga segala amal yang kita perbuat, benar-benar karena Allah
SWt. yaitu ikhlah lilLahi ta’ala.
Wallahu’alam
bi Shawab.