Tanaman
Pule Pandak atau Rauwolfia serpentine
merupakan tumbuhan obat yang potensial untuk dikembangkan, sebab tanaman Pule
Pandak selain dibutuhkan sebagai bahan baku obat tradisional juga digunakan
sebagai bahan untuk fitofarmaka. Hal ini menyebabkan tanaman Pule Pandak
diminati oleh berbagai Negara industri farmasi, seperti amerika serikat,
Jepang, Perancis, dan Negara-negara industri farmasi lainnya. Pule Pandak mengandung
beberapa senyawa diantaranya reserpin, rescinamine dan ajmalin yang digunakan
sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, tranquilizer (penenang) dan gangguan
pada sistem sirkulator.
Pule Pandak merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah
dinyatakan langka dan sudah terancam punah. Simplisianya diperoleh dengan cara
pengumpulan langsung dari alam (hutan) oleh karena permintaan yang cukup tinggi
mengakibatkan pemanenan berlebihan, sehingga mengancam kelestariannya (Zuhud et
al. 1994 dalam Yahya 2001). Keberadaan tanaman pule pandak terancam
keberadaanya disebabkan pemanenan langsung dari alam dan peralihan fungsi hutan
yang merupakan tempat hidupnya menjadi lahan pertanian (Buletin Kebun Raya,
2007). Selain itu, penyebab kelangkaan tanaman pule pandak adalah pemanfaatan
bagian akarnya sebagai obat, sementara perbanyakan secara konvensional cukup
sulit dan penyebarannya pun terbatas.
Akar tanaman Pule Pandak mengandung tidak kurang dari 20
macam alkoloid dan total ekstrak dari akarnya berkhasiat sebagai obat
hipertensi, aprodisiaka dan gangguan neuropsikiatrik. Akarnya hingga kini
sering digunakan dalam pengobatan tradisional dan modern. Pemanfaatan terhadap
akar Pule Pandak ini menjadi salah satu faktor sulitnya perbanyakan tanaman
pule pandak. Perbanyakan Pule Pandak secara konvensional menunjukkan bahwa pertumbuhan
biji dan stek batang kurang dari 15%. Persentase tumbuh yang rendah di sebabkan
biji bertempurung keras, sehingga daya kecambah juga sangat rendah.
Kebutuhan terhadap tanaman Pule Pandak ini terus
meningkat, terutama sebagai bahan baku obat, jamu, dan fitofarmaka. Namun,
kebutuhan terhadap pule pandak yang meningkat, tidak sejalan dengan ketersedian
tanaman pule pandak itu sendiri. Laju pemanenan yang cepat, pemanfaatan akar,
dan pertumbuhan biji serta stek yang kurang dari 15% menjadi salah satu kendala
dalam ketersediaan tanaman pule pandak. Sehingga nilai manfaat dan ekonomi yang
tinggi berimplikasi terhadap tingkat kelangkaan yang semakin tinggi pula.
Kelangkaan tanaman Pule Pandak ini, menjadi tantangan
teknologi pertanian untuk menjawab kelangkaan tanaman pule pandak. Salah satu
teknologi yang dapat dimanfaatkan adalah teknik kultur in vitro. Perbanyakan secara
in vitro memberi harapan untuk ketersediaan tanaman Pule Pandak yang
berkualitas dan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Perbanyakan secara in
vitro dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu pembentukan tunas adventif,
proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik.
Penelitian
perbanyakan tanaman Pule Pandak melalui proliferasi tunas telah dilakukan
oleh Lestari dan Mariska (2011), dimana tunas apikal dan internodus yang dikulturkan
pada media MS+BAP 0,8mg/l memberikan nilai multiplikasi tunas yang lebih tinggi.
media terbaik untuk induksi perakaran adalah MS+IBA 0,8 mg/l. Perbanyakan Pule
Pandak melalui embriogenesis somatik juga mampu memperbanyak bibit danalam
jumalah yang relatif besar (Singh et al. 2009). Namun, dengan cara
tersebut terdapat kemungkinan terjadinya variasi somaklonal yang menyebabkan
bibit tidak sama dengan induknya.
Penelitian
perbanyakan tanaman pule pandak ini dilakukan pula oleh Rossi Yunita, Endang,
dan Gati Lestarai (2011), yakni perbanyakan secara in vitro yang dilakukan
diharapkan tidak terjadi variasi somaklonal. Pada penelitian tersebut dilakukan
induksi dan multiplikasi tunas ruas batang dan daun serta induksi perakarannya.
Tujuannya adalah mendapatkan variasi media yang tepat untuk induksi tunas,
multiplikasi tunas, induksi perakaran secara in vitro, hingga media yang tepat
untuk aklimatisasi. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa
eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah ruas batang in vitro yang
dikulturkan pada media dasar MS + 0,3 mg/l BAP+1 mg/l 2iP. Formulasi media
terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS + 0,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l Thidiazuron.
Sedangkan untuk induksi perakaran formulasi media terbaik adalah MS+1 mg/l IBA.
Pada tahap aklimatisasi, media tanaman optimum yang di gunakan untuk proses ini
adalah campuran Kompos + tanah dengan perbandingan 1:1.
Obat
merupakan kebutuhan penting umat manusia, keberadaan tanaman pule pandak
sebagai bahan baku obat dan fitofarmaka, juga sebagai obat tradisional
merupakan kekayaan alam yang harus dilestarikan dan dijaga keberadannya. Perbanyakan
secara in vitro merupakan salah satu solusi dalam pelestarian tanaman pule
pandak yang kebutuhannya semakin tinggi, namun ketersediannya semakin langka. Perbanyakan
secara in vitro diharapkan menjadi solusi ketersediaan tanaman pule pandak yang
berkualitas, dan memiliki kesamaan kualitas dengan induknya.
Sumber:
1.
Buletin
Kebun Raya Indonesia. Vol.10 (1) 2007 : 9 – 12
2.
Sudrajad,
H. dan Harto W. 2011. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Rootone-F Pada Pertumbuhan Pule Pandak
(Rauwolfian sarpentina Benth). Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo.
3.
Yunita,
Rossi. Dkk. 2011. Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina L.)
dengan Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Natur Indonesia 14(1), Oktober 2011:
68-72. ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008
0 komentar:
Posting Komentar