Kamis, 16 Maret 2017

Perbanyakan secara In Vitro; Solusi Ketersediaan Tanaman Pule Pandak



tanaman obat, obat langka, tanaman obat langka
Tanaman Pule Pandak atau Rauwolfia serpentine merupakan tumbuhan obat yang potensial untuk dikembangkan, sebab tanaman Pule Pandak selain dibutuhkan sebagai bahan baku obat tradisional juga digunakan sebagai bahan untuk fitofarmaka. Hal ini menyebabkan tanaman Pule Pandak diminati oleh berbagai Negara industri farmasi, seperti amerika serikat, Jepang, Perancis, dan Negara-negara industri farmasi lainnya. Pule Pandak mengandung beberapa senyawa diantaranya reserpin, rescinamine dan ajmalin yang digunakan sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, tranquilizer (penenang) dan gangguan pada sistem sirkulator.

            Pule Pandak merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah dinyatakan langka dan sudah terancam punah. Simplisianya diperoleh dengan cara pengumpulan langsung dari alam (hutan) oleh karena permintaan yang cukup tinggi mengakibatkan pemanenan berlebihan, sehingga mengancam kelestariannya (Zuhud et al. 1994 dalam Yahya 2001). Keberadaan tanaman pule pandak terancam keberadaanya disebabkan pemanenan langsung dari alam dan peralihan fungsi hutan yang merupakan tempat hidupnya menjadi lahan pertanian (Buletin Kebun Raya, 2007). Selain itu, penyebab kelangkaan tanaman pule pandak adalah pemanfaatan bagian akarnya sebagai obat, sementara perbanyakan secara konvensional cukup sulit dan penyebarannya pun terbatas.
            Akar tanaman Pule Pandak mengandung tidak kurang dari 20 macam alkoloid dan total ekstrak dari akarnya berkhasiat sebagai obat hipertensi, aprodisiaka dan gangguan neuropsikiatrik. Akarnya hingga kini sering digunakan dalam pengobatan tradisional dan modern. Pemanfaatan terhadap akar Pule Pandak ini menjadi salah satu faktor sulitnya perbanyakan tanaman pule pandak. Perbanyakan Pule Pandak secara konvensional menunjukkan bahwa pertumbuhan biji dan stek batang kurang dari 15%. Persentase tumbuh yang rendah di sebabkan biji bertempurung keras, sehingga daya kecambah juga sangat rendah.
            Kebutuhan terhadap tanaman Pule Pandak ini terus meningkat, terutama sebagai bahan baku obat, jamu, dan fitofarmaka. Namun, kebutuhan terhadap pule pandak yang meningkat, tidak sejalan dengan ketersedian tanaman pule pandak itu sendiri. Laju pemanenan yang cepat, pemanfaatan akar, dan pertumbuhan biji serta stek yang kurang dari 15% menjadi salah satu kendala dalam ketersediaan tanaman pule pandak. Sehingga nilai manfaat dan ekonomi yang tinggi berimplikasi terhadap tingkat kelangkaan yang semakin tinggi pula.
            Kelangkaan tanaman Pule Pandak ini, menjadi tantangan teknologi pertanian untuk menjawab kelangkaan tanaman pule pandak. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan adalah teknik kultur in vitro. Perbanyakan secara in vitro memberi harapan untuk ketersediaan tanaman Pule Pandak yang berkualitas dan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Perbanyakan secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik.
Penelitian perbanyakan tanaman Pule Pandak melalui proliferasi tunas telah dilakukan oleh Lestari dan Mariska (2011), dimana tunas apikal dan internodus yang dikulturkan pada media MS+BAP 0,8mg/l memberikan nilai multiplikasi tunas yang lebih tinggi. media terbaik untuk induksi perakaran adalah MS+IBA 0,8 mg/l. Perbanyakan Pule Pandak melalui embriogenesis somatik juga mampu memperbanyak bibit danalam jumalah yang relatif besar (Singh et al. 2009). Namun, dengan cara tersebut terdapat kemungkinan terjadinya variasi somaklonal yang menyebabkan bibit tidak sama dengan induknya.
Penelitian perbanyakan tanaman pule pandak ini dilakukan pula oleh Rossi Yunita, Endang, dan Gati Lestarai (2011), yakni perbanyakan secara in vitro yang dilakukan diharapkan tidak terjadi variasi somaklonal. Pada penelitian tersebut dilakukan induksi dan multiplikasi tunas ruas batang dan daun serta induksi perakarannya. Tujuannya adalah mendapatkan variasi media yang tepat untuk induksi tunas, multiplikasi tunas, induksi perakaran secara in vitro, hingga media yang tepat untuk aklimatisasi. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah ruas batang in vitro yang dikulturkan pada media dasar MS + 0,3 mg/l BAP+1 mg/l 2iP. Formulasi media terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS + 0,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l Thidiazuron. Sedangkan untuk induksi perakaran formulasi media terbaik adalah MS+1 mg/l IBA. Pada tahap aklimatisasi, media tanaman optimum yang di gunakan untuk proses ini adalah campuran Kompos + tanah dengan perbandingan 1:1.
Obat merupakan kebutuhan penting umat manusia, keberadaan tanaman pule pandak sebagai bahan baku obat dan fitofarmaka, juga sebagai obat tradisional merupakan kekayaan alam yang harus dilestarikan dan dijaga keberadannya. Perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu solusi dalam pelestarian tanaman pule pandak yang kebutuhannya semakin tinggi, namun ketersediannya semakin langka. Perbanyakan secara in vitro diharapkan menjadi solusi ketersediaan tanaman pule pandak yang berkualitas, dan memiliki kesamaan kualitas dengan induknya.
Sumber:
1.      Buletin Kebun Raya Indonesia. Vol.10 (1) 2007 : 9 – 12
2.      Sudrajad, H. dan Harto W. 2011. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman    Rootone-F Pada Pertumbuhan Pule Pandak (Rauwolfian sarpentina Benth). Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo.
3.      Yunita, Rossi. Dkk. 2011. Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina L.) dengan Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Natur Indonesia 14(1), Oktober 2011: 68-72. ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008

0 komentar:

Posting Komentar