Kota
besar selalu tidak terlepas dengan perkembangan modernisasi yang cepat. Pembangunan
kota yang pesat, tidak jarang membuat lahan-lahan perkotaan beralih fungsi
menjadi properti, pabrik, gedung-gedung tinggi menjulang, dan bangunan-bangunan
lain yang menjadi ciri dari modernisasi suatu kota. Bandung sebagai salah satu
kota metropolitan pun sama, melakukan modernisasi dan pembangunan infrastuktur
di berbagai sudut kota. Tidak jarang, pembangunan infrastruktur kota acapkali
membuat kita lupa memperhatikan salah satu aspek yang tak kalah penting, yakni
aspek lingkungan.
Penyusutan
lahan pertanian menjadi salah satu bukti dampak dari perkembangan infrastruktur
kota yang tidak berimbang dengan aspek lingkungan. Seperti dilansir dalam mongabay.co.id, Berdasarkan data pada tahun 2015, lahan
pertanian mencapai sebesar 988 hektar dan pada tahun 2016 ada penyusutan
sekitar 252 hektar, menjadi 736 hektar. Lahan pertanian tersebut, beralih
fungsi menjadi perumahan, properti hingga industri. Pertumbuhan penduduk yang
pesat menjadi salah satu penyebab banyaknya lahan yang beralih fungsi menjadi
bisnis properti.
Kecamatan
Arcamanik sebagai salah satu kecamatan di Kota Bandung pun mengalami hal yang
sama. Banyak lahan-lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi
perumahan-perumahan ataupun gedung-gedung perkantoran. Jumlah lahan terbuka
hijau ataupun lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian semakin minim. Tentu
hal ini menjadi suatu masalah, sebab tidak seimbangnya proporsi lahan yang ada
antara ruang terbuka hijau ataupun pertanian dengan lahan properti.
Penyusutan
lahan-lahan pertanian ini tentu akan berdampak pada pasokan pangan kota.
Kebutuhan pangan adalah kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi. Sebab kebutuhan
pangan merupakan kebutuhan primer untuk keberlangusngan hidup masyarakat. Oleh
sebab itu, 90% kebutuhan pangan kota dipasok dari luar kota. Tentu hal ini
terjadi sebagai akibat minimnya lahan pertanian di daerah perkotaan, khususnya
kota bandung.
Penyempitan
atau penyusutan lahan sejatinya menjadi tantangan bagi mahasiswa pertanian
untuk mengurai benang-benang permasalahan ini. Salah satu yang dapat menjadi
solusi bagi penyempitan lahan pertanian di perkotaan adalah urban farming. Konsep
urban farming ini telah digunakan di montreal Kanada, sebagai solusi
permasalahan lahan di perkotaan. Dengan nama Lufa farm, mereka memanfaatkan
konsep pertanian di atas atap atau rooftop.
Hal
ini tentunya dapat ditiru oleh kota-kota metropolitan lain, dalam menciptakan green
city atau kota hijau, yang masyarakatnya peduli pada pertanian.
Pekarangan-pekarangan rumah, gang-gang, dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian,
seperti menanam dengan vertikal memanfaatkan pekarangan rumah. Dengan demikian,
kebutuhan pangan dapat dipasok dari tingkat terendah masyarakat, yakni
pertanian skala rumah tangga. Hal ini akan menjadi solusi dalam meminimalisir
kebutuhan pangan kota terhadap pasokan luar. Selain itu, menjadi green
education atau edukasi hijau dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat
tentang pentingnya ekosistem dan keseimbangan lingkungan. Sehingga terlahir
kesadaran menjaga lingkungan dan alam, sebagai warisan masa depan. Penyempitan
lahan, bukan sekedar permasalahan tanpa jawaban, tetapi tantangan untuk
mahasiswa pertanian.
0 komentar:
Posting Komentar