Kamis, 10 Maret 2016

Benarkah LGBT "Given"?


Rasa cinta, rasa suka, rasa sayang merupakan fitrah manusia. Manusia pada hakikatnya akan mencintai dan ingin dicintai, tidak akan ada satu pun manusia yang dapat terlepas dari fitrahnya tersebut. Begitu pula saat kita mencintai ibu, mencintai ayah, mencintai saudara, mencintai sahabat, kesemuanya merupakan fitrah manusia.
Tak terkecuali mencintai dan menyukai lawan jenis, entah seorang lelaki yang mencintai wanita, ataupun wanita yang mencintai seorang lelaki, itu pun merupakan fitrah manusia yang Allah anugerahkan kepada kita. Sebagaimana dalam firman-Nya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوتِ مِنَ النِّسَآءِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita….” (Q.S. Ali-‘Imran: 14)
Ayat tersebut menjelaskan mengenai kecenderungan seorang insan untuk menyukai ataupun mencintai wanita, yang tentu berlaku pula pada wanita yang mencintai lelaki. Hal ini mempertegas bahwa mencintai dan menyukai lawan jenis merupakan fitrah yang Allah berikan kepada manusia, tak akan terbantahkan.
Rasulullah saw. Bersabda:
حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ، وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِى فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan aku menyukai wanita dan wangi-wangian, dan dijadikan kesejukan mata hatiku di dalam shalat”.
Hadits diatas tersebut, menjelaskan pula bahwa Rasul kita pun mencintai dan menyukai wanita. Fitrah yang tidak dapat ditinggalkan dan dibatasi, sehingga dalam islam kesemuanya diatur dalam mahligai pernikahan yang suci nan agung, yang bahkan diungkapkan sebagai bagian dari setengah agama (nisyfud diin). Maka ketika kita mencintai seseorang, ungkapkanlah dan menikahlah, karena ia merupakan fitrah yang Allah berikan.
Akhir-akhir ini, kita diramaikan dengan berita-berita mengenai Lesbian, Gay, Transgender, dan Biseksual (LGBT) yang mulai menampakkan diri lebih nyata dan berani. Mereka beranggapan bahwa apa yang dialami dan dilakukannya merupakan fitrah. Mereka adalah sosok feminism yang terperangkap dalam diri maskulin, ataupun sosok maskulin yang terperangkap dalam diri feminism, sehingga apa yang mereka lakukan saat ini merupakan kewajaran sebagai bentuk dari ekspresi diri dan hak asasi manusia.
Banyak dikalangan LGBT hari ini mendesak dilegalkannya pernikahan sesama jenis, atau dilegalkannya pula kelamin ketiga, yaitu kelamin abu-abu yang bukan perempuan tetapi juga bukan lelaki, entah kelamin apa namanya. Pernikahan sesama jenis telah legal di beberapa Negara, salah satunya belanda yang telah lama melegalkan pernikahan sesama jenis. Terakhir, Negara super power dan adikuasa pun mengikuti jejak belanda, yaitu Negara Amerika. Pada akhirnya, di Negara super power tersebut dilegalkanlah pernikahan sesama jenis dengan dalih desakan masyarakat dan Hak asasi manusia yang perlu diperjuangkan. Hingga akhirnya, para kaum LGBT bersorak-sorai menyambut keputusan tersebut dengan mengadakan pawai keliling kota-kota besar. Na’udzubillahi min dzalik.
Allah Swt. Berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَاالْإِنْسَنَ فِى أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S. at-Tiin: 4)
Rabb kita telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna, baik fisik, psikis, kepribadian, dan lain sebagainya. Allah yang Maha sempurna telah dengan sempurna menciptakan manusia. Takdir Allah yang menimpa diri kita saat ini merupakan takdir terbaik yang Allah sampaikan kepada kita, termasuk kita menjadi seorang lelaki ataupun wanita, hendaknya kita meyakini itulah takdir Allah yang terbaik untuk kita. Tidak akan ada jiwa lelaki yang terperangkap pada jasad wanita, ataupun jiwa wanita yang terperangkap pada jasad lelaki.
Lalu mengapa para kaum LGBT tersebut menganggap dirinya terjebak pada kondisi yang tak sesuai dengan nurani? Inilah yang Allah sebutkan “Orang yang melupakan Allah, akan Allah jadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri” . Sejatinya mereka telah melupakan Rabbnya, sehingga mereka dibuat lupa dengan diri mereka sendiri, bahkan lupa pada jenis kelamin mereka sendiri. Maka bukanlah mereka terjebak pada kondisi yang tak sesuai nurani, melainkan nuraninya telah mati, kandas oleh kealpaan diri dalam mengingat Allah ta’ala.
Tidakkah kita berkaca pada kaum-kaum terdahulu? Bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan Allah? Tidak ada satu pun kebaikan dan keberkahan yang diraih dari mendustakan Allah ta’ala. Coba kita perhatikan kisah kaum luth, kaum yang pertama kali melakukan homoseksual. Allas Swt. Berfirman:
وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَـٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِها مِنۡ أَحَدٍ مِّنَ ٱلۡعَـٰلَمِينَ إِنَّڪُمۡ لَتَأْتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ ٱلنِّسَآءِ‌ۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٌ مُّسۡرِفُوْنَ وَمَا ڪَانَ جَوَابَ قَوۡمِهِۤ إِلَّآ أَن قَالُوٓاْ أَخۡرِجُوهُمْ مِّنْ قَرۡيَتِڪُمۡ‌ۖ إِنَّهُمۡ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْنَ فَأَنجَيۡنَـٰهُ وَأَهۡلَهُ إِلَّا ٱمۡرَأَتَهۥ كَانَتۡ مِنَ ٱلۡغَـٰبِرِيْنَ وَأَمۡطَرۡنَا عَلَيۡهِم مَّطَرًا‌ۖ فَٱنظُرۡ ڪَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلۡمُجۡرِمِين
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘mengapa melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki, bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.’ Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, ‘Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci’. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikan lah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu.” (Q.S. al-A’raf: 80-84)
Firman Allah dalam surat al-A’raf tersebut adalah salah satu yang mengkisahkan bagaimana kejinya perbuatan kaum Luth. Perbuatan keji yang pertama dilakukan di dunia ini, perbuatan yang belum pernah ada sebelum kaum Luth itu sendiri. Al-Walid bin ‘Abdul Malik, seorang Khalifah Bani Umayyah, pembangun masjid jami’ Damaskus mengatakan “Seandainya Allah Ta’ala tidak menceritakan kisah kaum Nabi Luth kepada kita, niscaya aku tidak akan membayangkan adanya laki-laki yang bersetubuh dengan laki-laki lain”. Inilah ungkapan seorang khalifah, yang bahkan tidak mampu membayangkan perbuatan keji kaum homoseksual, perbuatan yang lebih keji dari prilaku binatang.
Pada akhirnya, kaum Luth yang bermaksiat kepada Allah itu pun dikenai azab atas perbuatan keji mereka. Seperti itulah kesudahan orang-orang yang mendustakan Allah, tidak ada sedikit pun kebaikan dari perbuatan homoseksual tersebut melainkan datangnya azab yang pedih, sebagaimana azab yang ditimpakan pada kaum Luth tersebut. Maka bagaimana prilaku LGBT ini dapat disebut sebagai fitrah, jika bahkan Sang Pencipta pun membenci dan mengazab perbuatan tersebut.
Imam Abu Hanifah Rahimahullah berpendapat bahwa orang yang melakukan liwath (Homoseks) dicampakkan dari tempat yang tinggi, lalu dilempari batu, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap kaum Luth. Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa prilaku liwath tersebut harus dirajam baik ia memiliki istri ataupun tidak memiliki istri. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ، فَقْتُلُوْا الفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ
“Barangsiapa yang kalian temukan mengerjakan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sedangkan ulama yang lain adapula yang berpendapat, bahwa pelaku liwath dihukum sebagaimana pelaku zina. Jika Ia Muhshan maka dirajam sampai mata, dan jika ghair muhshan maka didera seratus kali. Ini juga merupakan pendapat lain dari Imam as-Syafi’i.
Sekali lagi, benarkah LGBT merupakan given? Benarkah LGBT merupakan Hak Asasi Manusia? Benarkah LGBT merupakan hal yang manusiawi? Tentu jawabannya hanya satu, TIDAK!. Prilaku LGBT merupakan maksiat kepada Allah, sama sekali bukan given atau sifat yang diberikan oleh Rabb semesta alam, dan termasuk kepada perbuatan yang keji, yang bahkan seekor hewan pun tak akan pernah melakukannya. Maka berkacalah pada kaum terdahulu, bagaimana kesudahan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah, bagaima kesudahan orang-orang yang melakukan liwath.
Jangan biarkan maksiat tumbuh subur, jangan biarkan kerabat kita, saudara kita, atau mungkin anak-anak kita terjangkit virus LGBT. Jagalah keluarga kita dari api neraka dan azab yang Allah timpakan kepada para pelaku maksiat. Semoga negeri kita terjaga dari perbuatan keji dan munkar.
Wallahua’lam bi shawab.

0 komentar:

Posting Komentar