عَنْ أَبِي عَمْرٍو وَقِيْلَ عَمْرَةَ، سُفْيَانَ بْنِ
عَبْدِاللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَارَسُوْلُ اللهِ، قُلْ لِي فِي
الإِسْلَامِ قَوْلًا لَاأَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ، قَالَ: (قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ،
ثُمَّ اسْتَقِمْ) رواه مسلم
Dari Abu ‘Amr (atau Abu ‘Amrah),
dari Sufyan bin ‘Abdillah r.a. ia berkata: “aku pernah berkata: Ya Rasulullah,
katakanlah kepadaku tentang islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat
menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu. Bersabdalah Rasulullah saw:
katakanlah; ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu’”.
(H.R. Muslim)
Keistiqomahan merupakan kunci perjuangan dalam menegakkan
Islam, tanpa keistiqomahan nilai islam tak akan pernah berdiri dengan tegak.
Beriman kepada Allah dan beristiqomah dengannya adalah pengertian islam yang
utuh. Rasulullah saw. Memerintahkan kita untuk senantiasa memperbarui iman
dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, seraya memerintahkan kepada
kita untuk teguh dalam melaksanakan amal shalih, dan menjauhi semua apa yang
dilarang oleh Allah Swt. Ketika seseorang telah menyimpang meski hanya
sejengkal dari jalan kebenaran, maka dirinya tak dapat dikatakan Istiqomah.
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa makna Istiqomah adalah senantiasa
berada dalam ketaatan kepada Allah Swt. Istiqomah merupakan satu kata yang
ringkas, namun sarat makna dan dialah rambu-rambu semua urusan. Oleh karena
itu, saat Istiqomah telah hilang dari diri seorang muslim, maka hilanglah
rambu-rambu kehidupannya. sehingga akan sangat mudah baginya tergelincir pada
jurang kemaksiatan dan kesalahan.
Abu al-Qasim al-Qusyairi berkata; Istiqomah adalah satu
tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Keistiqomahan
akan mewujudkan segala kebaikan dengan semua aturannya, usaha yang dilakukan
tanpa Istiqomah tentu hanya akan membuahkan kesia-siaan. Istiqomah adalah sifat
yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini,
rusaklah kepribadian seseorang.
Allah Swt. Berfirman:
فَاسْتَقِمْ
كَمَآ أُمِرْتُ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلاَتَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
بَصِيْرٌ
“Maka tetaplah
engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Hud [11]: 112)
Firman Allah
tersebut memerintahkan kita untuk beristiqomah di jalan kebenaran, sebagaimana
orang yang bertaubat dan berhijrah menuju jalan kebaikan. Oleh karena itu, Ibnu
‘Abbas mengatakan bahwa tidak ada satu pun ayat al-Qur’an yang turun kepada
Nabi Saw. yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Keistiqomahan ini bukan
milik orang yang biasa-biasa, melainkan mereka yang luar biasa karena keluar
dari kebiasaan.
Istiqomah inilah yang akan menjadi nafas dan ruh
perjuangan dakwah, menyirami setiap langkah dakwah untuk tetap tegak berjuang
dalam menegakkan kebenaran. Banyak diantara pejuang di jalan dakwah yang
tergelincir pada kesalahan, karena hilangnya nafas perjuangan. Maka Rasulullah
Saw. memerintahkan kita untuk bersegera dalam mengerjakan amal shalih, sebab
kelak akan muncul fitnah sebagaimana gelap-gulitanya malam sehingga seorang
yang masih beriman di pagi hari, telah kafir di sore hari dan begitu pun sebaliknya.
Jalan dakwah bukanlah jalan yang mudah, terkadang jalan
begitu terjal, tersandung oleh kerikil-kerikil perjuangan. Banyak diantara
manusia, tergelincir karena tak mampu menjaga diri dari benturan-benturan
dakwah. Tidak sedikit pula, manusia yang berujung pada lembah kemaksiatan
karena terwarnai dan tak mampu mewarnai. Benarlah apa yang diungkapkan Rasul
kita, bahwa seorang sahabat dapat mencuri tabiat, jika ia berteman dengan
penjual parfum, maka ia akan terciprati harumnya. Namun, jika bertemankan pandai
besi, maka ia akan terciprati baunya besi.
Berjuanglah di Jalan
Allah dengan keistiqomahan, bertahanlah dalam ketaatan kepada Allah Swt. Jika
hari ini kita berjuang di jalan Allah hanya sendiri, maka beristiqomahlah dalam
perjuangan tersebut, jangan sampai jalan juang itu ada tetapi kita tak berada
di dalamnya. Perjuangan di dunia hanya sementara, namun siksaan Allah pedih dan
kekal selamanya. Ketika Istiqomah telah hilang dalam diri kita, maka
terhentilah nafas perjuangan yang menjadi kunci dalam jalan dakwah seorang
mukmin. Wallahua’lam bish shawab
Sumber rujukan:
1.
Al-Qur’anul
Karim
2.
Ibnu Abdurrohim,
Abu Khadijah.2006. Terjemah Ringkasan Riyadhush Shalihin. Bandung:
Irsyad Baitus Salam.
3.
Ibnu Daqiqi
al-‘Id. Syarh al-arba’in an-Nawawi.
0 komentar:
Posting Komentar