Jumat, 24 Juni 2016

Jual Beli dalam Islam


a. Pengertian Jual Beli
        Menurut bahasa, jual beli adalah menukar sesuatu dengan sesuatu, atau barang dengan barang, atau barang dengan uang. Menurut syara’, jual beli adalah penukaran barang dengan uang antara si pembeli dengan si penjual dengan cara tertentu yang telah disepakati.

        Pada dasarnya, hukum jual beli itu mubah atau boleh, bahkan begitu dianjurkan oleh islam karena terdapat unsur tolong menolong didalamnya. Penjual yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhannya, dapat terpenuhi karena ada pembeli yang membeli barangnya, begitu juga pembeli dapat memenuhi kebutuhannya karena ada penjual. Maka dari itu, Allah SWt. menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Sebagaimana Firman-Nya dalam Qur’an surat Al-Baqarah : 275.  Yaitu sebagai berikut :
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Di dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menjelaskan sebagai berikut:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ أَطْيَبُ? قَالَ: ( عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ, وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ )  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ، وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ.
Artinya: Dari Rifa'ah Ibnu Rafi' bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih." (Riwayat al-Bazzar. Hadits shahih menurut Hakim).
b. Syarat dan Rukun Jual Beli
Di dalam Islam, jual beli itu harus sesuai dengan syarat dan rukunnya agar transaksi jual beli tersebut sah dan menjadi halal sesuai dengan dasar hukum pada awalnya. Adapun syarat dan rukun jual beli yang harus dipenuhi setiap orang dalam transaksi jual beli adalah sebagai berikut:
a)   Penjual, syaratnya harus berakal sehat dan memiliki sepenuhnya barang yang akan dijual tersebut. Yaitu, barang yang akan diperjual belikan sepenuhnya milik penjual tersebut, bukan milik bersama atau sebagian.
b)   Pembeli, syaratnya harus berakal sehat dan memiliki kemampuan untuk membayar barang yang akan dibeli tersebut. Yaitu, pada saat transaksi berlangsung pembeli harus menyerahkan uang sesuai harga yang telah disepakati.
c)      Barang yang akan diakadkan harus sesuai atau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
    1. Bukan barang najis atau yang diharamkan oleh Allah SWt., baik zat, sifat, maupun hukumnya.
    2. Barang tersebut dapat dimanfaatkan.
    3. Barang tersebut harus menjadi milik orang yang berakad sepenuhnya (milkuttam).
    4. Barang tersebut harus ada pada saat transaksi berlangsung, kecuali ada kesepakatan sebelumnya bahwa barang dapat diserahkan kemudian.
    5. Barang tersebut mudah diketahui, bentuk, jenis, jumlah, kualitas, dan sebagainya oleh pihak pembeli.
d)     Ijab Kabul, yaitu serah terima antara pihak penjual kepada pembeli, dan keduanya saling merelakan dengan ikhlas atas apa yang telah mereka akadkan. Ijab kabul tak perlu dilafalkan, namun cukup dengan saling pengertian antara kedua belah pihak. Namun, sebagian ulama fikih ada yang menjadikan ijab kabul sebagai syarat mutlak dalam jual beli. Yaitu transaksi jual beli yang tidak menggunakan ijab kabul jelas hukumnya tidak sah.
c. Jual Beli yang dilarang
Di dalam islam terdapat jual beli yang dilarang atau diharamkan oleh Allah SWt. Jual beli yang dilarang oleh Allah SWt., karena ada didalamnya terkandung hal-hal sebagai berikut :
a)      Barang yang mengandung najis dan haram.
b)      Barang yang akan dijual masih samar-samar atau belum jelas.
c)      Barang yang dijual baru dibeli dan belum diterima.
d)     Menjual sesuatu yang mengandung unsur tipu muslihat.
e)      Barang timbunan.
f)       Monopoli barang.
g)      Membeli barang yang masih dalam tawaran orang lain.
h)      Jual beli induk binatang yang sedang hamil.
i)        Jual beli yang dilakukan pada saat adzan Jum’at dikumandangkan.
Didalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menjelaskan sebagai berikut :
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ عَامَ اَلْفَتْحِ, وَهُوَ بِمَكَّةَ: ( إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ اَلْخَمْرِ, وَالْمَيْتَةِ, وَالْخِنْزِيرِ, وَالْأَصْنَام فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَرَأَيْتَ شُحُومَ اَلْمَيْتَةِ, فَإِنَّهُ تُطْلَى بِهَا اَلسُّفُنُ, وَتُدْهَنُ بِهَا اَلْجُلُودُ, وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا اَلنَّاسُ? فَقَالَ: لَا هُوَ حَرَامٌ , ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ ذَلِكَ: قَاتَلَ اَللَّهُ اَلْيَهُودَ, إِنَّ اَللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ, ثُمَّ بَاعُوهُ, فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Artinya: Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: "Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi dan berhala." Ada orang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat baginda tentang lemak bangkai karena ia digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit dan orang-orang menggunakannya untuk menyalakan lampu?. Beliau bersabda: "Tidak, ia haram." Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan atas mereka (jual-beli) lemak bangkai mereka memprosesnya dan menjualnya, lalu mereka memakan hasilnya." (Muttafaq Alaihi).

0 komentar:

Posting Komentar