BERKACA
PADA CERMIN
Manusia merupakan makhluk Allah yang lahir ke dunia tanpa
sedikit pun pengetahuan. Setiap bayi terlahir menangis, tidak ada yang langsung
membawa pengetahuan meski hanya sepatah kata “ibu” atau “ayah”. Sebagaimana
firman-Nya
“Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, pengelihatan, dan
hati nurani, agar kamu bersyukur” (Q.S. An-Nahl [16] : 78)
Sejatinya, dalam ayat tersebut Allah menjelaskan kepada
manusia bahwa semua manusia lahir dengan hal yang sama, yaitu tanpa
pengetahuan, dan Allah memberikan modal yang sama pula, yaitu pendengaran,
pengelihatan, dan hati. Sejatinya ketiga hal yang Allah berikan tersebut adalah
modal penting bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan.
Namun, banyak diantara manusia yang melihat hanya sekedar
melihat, mendengar hanya sekedar mendengar. Banyak orang melihat tetapi seakan
buta, banyak orang mendengar tetapi seakan tuli, yah, banyak manusia tidak
sadar bahwa di sekitarnya terdapat begitu banyak pelajaran, baik di langit
ataupun di bumi, bergantinya siang dan malam terdapat tanda kebesaran Allah
bagi orang-orang yang berfikir, hingga mendatangkan hikmah dan hidayah bagi
yang menyadarinya.
Betapa banyak kita melihat orang-orang pintar tapi
khianat, pemimpin yang tidak amanah, dan berbagai permasalahan yang melanda
negeri ini. Semua karena ketidak jujuran. Yah, tidak jujur pada diri sendiri,
tidak jujur pada orang lain, atau bahkan tidak jujur pada Allah sang
penciptanya. Yah, pendidikan moral berupa kejujuran adalah hal yang penting
untuk membangun akhlaq generasi muda, generasi yang memegang janji masa depan,
karena mereka lah kelak yang akan meneruskan perjuangan negeri ini.
Sering kita melihat, kemaksiatan menjadi sebuah pembenaran.
Mencotek adalah hal yang lumrah, tetapi tidak mencontek dianggap sebuah dusta.
Yah, sejak dini kita ditanami pemikiran bahwa mencontek adalah sebuah
kebenaran. Kemaksiatan yang dilakukan terus-menerus, maka kelak kemudian kita
akan mendapatkan kemaksiatan tersebut menjadi sebuah kebenaran. Maka ini yang
menjadikan pendidikan moral berupa kejujuran sebagai urgensi bangsa. Karena
bangsa yang korup bukanlah karena pendidikan formalnya yang rendah, tetapi
pendidikan moralnya yang tertinggal, dan tidak ada yang lebih berbahaya kecuali
anak pintar yang tumbuh menjadi jahat.
Sadarkah kita, setiap hari kita menatap cermin untuk
melihat diri kita. Entah untuk merapihkan diri, atau apapun. Cermin selalu
memantulkan kejujuran, tak pernah berdusta. Apa cermin pernah menampilkan apa
yang tidak ada? Tentu tidak! Karena cermin selalu jujur. Sadarkah kita, cermin
yang tak dibebani untuk beribadah saja berucap jujur apa adanya, tetapi kita
sebagai seorang ‘abdun (hamba) yang dibebani untuk beribadah seringkali tak jujur
pada diri sendiri, bahkan tak jujur pada Allah Swt.
Berkacalah pada cermin, karena cermin memberikan kita
begitu banyak hikmah, hikmah kejujuran apa adanya. Menampilkan apa adanya,
bukan apa yang diinginkan sang pencermin. Jujurlah meski itu pahit, karena
sepahit-pahitnya kejujuran tetap akan berbuah manis. Generasi muda yang kuat
dibangun diatas kejujuran, tak bisa dibangun dengan dusta ataupun kebohongan.
Karena dusta meski manis akan berbuah pahit. Bahkan ‘Umar bin Khattab r.a.
mengatakan :
“Sahabat bukan lah yang membenarkan kata-katamu, melainkan yang berkata benar kepadamu”
“Sahabat bukan lah yang membenarkan kata-katamu, melainkan yang berkata benar kepadamu”
Itulah indahnya
kejujuran, karena kejujuran adalah sebuah kenyataan, sedangkan kebohongan
adalah sebuah kebahagian semu. Seperti embun yang tak tergapai.
Maka berkacalah pada cermin! Jujur apa adanya, meski
terkadang sakit saat menatapnya. Berkacalah pada cermin! Hingga kita sadar di
sekitar kita begitu banyak hikmah. Sehingga kita menjadi orang yang bersyukur
dengan pengelihatan kita, bersyukur dengan pendengaran kita, dan bersyukur
dengan hati kita. Sehingga kita tidak sekedar melihat atau sekedar mendengar.
Cermin hanya salah satu hikmah diantara ribuan bahkan jutaan hikmah yang dapat
kita ambil dari kehidupan ini. Semoga kita dapat selalu menterjemahkan kejadian
dengan keimanan. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar