Thaharah
menurut bahasa adalah bersuci (an-nazhafat), sedangkan menurut istilah
adalah menghilangkan atau membersihkan hadats dan menghilangkan najis[1].
Thaharah terbagi kepada dua macam, yaitu taharah ma’nawi yang berarti
membersihkan aqidah, ibadah, akhlaq, dan amal perbuatan dari syirik, khurafat,
dan bid’ah. Sedangkan yang kedua adalah tharah hissiyyat yang berarti
membersihkan dari hadats kecil dan hadats besar, serta membersihkan pakaian,
badan, dan tempat shalat dari najis.
Alat untuk bersuci atau tharah ialah
air dan tanah. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَيُنَزِّلُ
عَلَيْكُم مِّنَ السَّمَاءِ مَاءً لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ
“dan Allah
menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu”
(Q.S. al-Anfaal [8]: 11)
Firman Allah ta’ala tersebut menjelaskan kedudukan air sebagai alat
bersuci. Hal ini senada dengan firman Allah ta’ala dalam surat al-Furqon ayat
keempat puluh delapan, yang menjelaskan mengenai air sebagai alat bersuci. Oleh
sebab itu, kita berwudhu, mandi, dan kegiatan tharah lainnya menggunakan air,
karena ia merupakan alat untuk bersuci. Rasulullah saw. juga menjelaskan dalam
sabdanya, yaitu:
“Sesungguhnya
air itu suci, tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya” (Hadits Riwayat
Imam yang tiga dan dishahihkan Ahmad)[2]
Dalam hadits yang lain, dijelaskan keadaan air yang suci yaitu:
الْمَاءُ
طَهُورٌ إلَّا إنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ، أَوْ طَعْمُهُ، أَوْ لَوْنُهُ، بِنَجَاسَةٍ
تَحْدُثُ فِيهِ
“Air itu mensucikan, tidak dapat
dinajiskan oleh sesuatu pun, kecuali apabila berubah baunya, warnanya, atau
rasanya dengan najis yang terkena padanya” (Sunan al-Baihaqy al-Kubra 1: 259
no. 1159 dari shahabat abu Umamah)
Hadits-hadits
di atas menjelaskan kedudukan air yang mensucikan, kecuali jika air itu telah
berubah baunya, rasanya, atau warnanya dikarenakan terkena oleh sesuatu yang
najis, maka ia tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Selain air,
tanah juga dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci. Sebagaimana firman Allah
ta’ala:
إِن
كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا
طَيِّبًا
“Jika kamu
sakit, atau berpergian, atau salah seorang diantara kamu buang air, atau kamu
telah bercampur dengan istri, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka hendaklah
kamu bertayammum dengan tanah yang bersih” (Q.S. an-Nisa [4]: 43)
Ketika tidak
ditemukan air untuk melakukan thaharah, maka diperbolehkan dengan tanah yang
bersih untuk melakukan thaharah atau bersuci. Sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah tersebut, yang menjelaskan kedudukan tanah sebagai alat bersuci
yang kedua jika tidak menemukan air.
Kedudukan
thaharah ini sangat penting bagi seorang muslim, sebab shalat tidak dapat
dilakukan kecuali dalam keadaan suci. Orang yang memiliki hadats tentu tidak
sah shalatnya, sebab syarat sahnya shalat adalah suci atau bersih dari hadats.
Hadats sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu; hadats besar berupa
haidh, nifas, jima’, dam ihtilam (mimpi basah). Sedangkan hadats kecil berupa
kentut, kencing, buang hajat, dan keluar madzy. Hadats besar hanya dapat
dibersihkan dengan mandi, jika tidak ditemukan air maka diperbolehkan
bertayammum. Sedangkan hadats kecil dapat dibersihkan dengan berwudhu. Sehingga
dalam shalat, kedudukan wudhu berlaku hukum wasail yakni wajib. Sebagaimana
kaidah usul fiqih, amru bi syaiin amru bi wasailihi, memerintah kepada
sesuatu berarti memerintah kepada wasailnya. Sebab itu, hukum wudhu menjadi
wajib agar diri menjadi suci untuk melaksanakan shalat.
Ada hal yang
perlu diperhatikan sebelum shalat terkait dengan thaharah, yaitu menghilangkan
najis sebelum shalat. Sebab, najis ini tidak boleh terbawa shalat baik pada
badan, pakaian, maupun tempat shalat. Yang termasuk najis tersebut ialah air
kencing, kotoran manusia, darah haidh, darah nifas, dan madzy. Hal-hal tersebut
yang termasuk kepada najis tidak boleh terbawa dalam shalat, sehingga penting
untuk memperhatikan diri sebelum shalat, agar tidak ada najis yang terbawa.
Setelah
memastikan tidak ada najis yang terbawa dalam shalat, hal yang penting
selanjutnya adalah berwudhu. Wudhu adalah mencuci dan mengusap anggota badan
tertentu untuk menghilangkan hadats kecil[3].
Pekerjaan-pekerjaan yang wajib dalam wudhu adalah mencuci atau mengusap anggota
wudhu sampai batas tertentu yaitu mencuci muka atau wajah, mencuci tangan
sampai sikut, mengusap kepala, dan mencuci kaki sampai mata kaki. Sebagaimana
firman Allah ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dua
mata kaki..” (Q.S. al-Maidah [5]: 6)
Di dalam ayat
tersebut dijelaskan bagian-bagian anggota tubuh yang harus dibersihkan atau
berwudhu. Tidak ada sedikitpun bagian yang terlewati, sebab sekecil apapun yang
terlewati, bahkan meski hanya seujung jari, hal tersebut dapat menjadi jalan
kita menuju neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
رأى رسول الله صلى
الله عليه وسلم قوما وأعقابهم تلوح فقال: ويل للأعقاب من النار أسبغوا الوضوء
“Rasulullah saw. melihat suatu kaum yang
tumit-tumitnya tidak tercuci. Maka beliau bersabda; celaka dari api neraka
karena tumit-tumitnya (tidak tercuci). Sempurnakanlah olehmu wudhu.” (Sunan
Abi Dawud 1: 70 no. 156)[4]
Oleh karena itu, perhatikanlah wudhu dan sempurnakanlah. Jangan sampai
ada bagian yang terlewat sekecil apapun, sebab sempurnanya wudhu adalah langkah
awal dari sempurnanya shalat seseorang.
Di dalam wudhu
terdapat pekerjaan-pekerjaan sunnat, selain dari yang wajib diatas. Pekerjaan-pekerjaan
sunnat sebelum wudhu ialah:
1)
Membaca basmalah
Rasulullah saw
bersabda, “tidak sah shalat sesorang yang tidak berwudhu, dan tidak sempurna
wudhu seseorang yang tidak menyebut nama Allah (bismillahirrahmanirrahim) di
permulaan wudhu” (Sunan Abi Dawud 1: 25 no. 101)
2)
Mencuci tangan,
berkumur-kumur, dan menghirup air ke hidung tiga kali.
3)
Menyela-menyela
diantara jari-jari dan kaki.
4)
Menyela-nyela
janggut
5)
Menggosok gigi
6)
Mencuci dua
kali-dua kali atau tiga kali-tiga kali kecuali mengusap kepala
7)
Mendahulukan anggota
badan yang kanan
Pekerjaan-pekerjaan wajib sudah sepatutnya kita perhatikan dalam
kegiatan tharah berwudhu. Begitu pun dengan sunnah-sunnahnya agar tidak
ditinggalkan, sebab yang membenci sunnah adalah bukan golongan umat Rasulullah
saw. memperbaiki dan memperhatikan tata cara thaharah adalah upaya kita
menyempurnakan ibadah shalat kita, agar bernilai amal shalih di hadapan Allah. Wallahua’lam
bish shawab.
Sumber:
1.
Risalah Shalat
Dewan Hisbah PP. Persis
2.
Subulussalam Syarh
Bulughul Maram
3.
Kitab bulughul
Maram
0 komentar:
Posting Komentar