Rabu, 05 April 2017

Resume Buku Percik-Percik Kesufian



apa itu tasawuf, apa itu sufi, sesatkah sufi
RESUME BUKU
Judul                           : Percik-percik Kesufian
Pengarang                   : Drs. Achmad Suyuti
Penerbit                       : Pustaka Amani
Tempat Terbit              : Jakarta
Tahun Terbit                : 1996
Tebal Halaman            : 327 Halaman


Bab 1: Pengantar Sufisme
Tasawuf merupakan jalan seseorang untuk mengetahui tingkah laku nafsu yang baik dan buruk, ataupun yang terpuji. Kedudukan tasawuf dalam islam adalah sebagai ilmu agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral dan tingkah laku yang merupakan substansi islam. Secara filsafat, sufisme lahir dari salah satu komponen dasar agama islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Jika iman melahirkan ilmu kalam, islam melahirkan ilmu syariat, maka ihsan melahirkan ilmu akhlaq atau tasawuf. Tujuan dari mempelajari ilmu tasawuf adalah mengamalkan serta mempelajari ilmu tasawuf untuk mencapai makrifat Allah, yaitu mampu memandang Allah dengan pengelihatan batin, atau mencapai maqam ihsan.
Sarana inti yang dituju ilmu tasawuf ialah: (1) At-Takhalli minar radzail (membersihkan hati dari sifat-sifat yang rendah dam hina), (2) At-Tahalli bil fadhail (menghiasi hati dengan sifat-sifat terpuji), dan (3) At-Tabarri ‘amma siwallah (memurnikan hati dari apa saja selain Allah). Sehingga menempuh jalan tasawuf bukanlah perjalanan singkat, melainkan perjalanan panjang dalam menyempurnakan akhlaq.
Bab 2: Eksistensi Manusia
Manusia dilahirkan untuk menjadi khalifah-Nya sebagai rahmat lil ‘Alamin menurut tingkatan atau maqamnya masng-masing. Jika manusia senantiasa bertafakkur dengan akal dan hati nurani yang dalam, niscaya ia akan menyadari bahwa kehadirannya di muka bumi bukan sekedar pelengkap atau untuk bermain sandiwara. Sehingga pencarian akan makna hakikat hidup dan kehidupan ini adalah merupakan kebutuhan pokok bagi manusia sebagaimana kebutuhan mencari makan dan tempat tinggal serta kebutuhan fisik material lainnya. Manusia bukan sekedar apa yang nampak secara fisik dan kasat mata, hakikat manusia terletak pada sesuatu yang amat berharga dalam tubuh kasarnya, yaitu roh. Artinya, bahwa eksistensi manusia adalah perpaduan antara jasad dan roh.
Bab 3: Riyadhah – Mujahadah
Mujahadah artinya menekan hawa nafsu, keinginan-keinginan serta segala macam ambisi pribadi. Ia merupakan proses perlawanan terhadap hawa nafsu, sebagaimana usaha memerangi semua sifat dan prilaku buruk. Sehingga mujahadah dapat diartikan  membersihkan hawa nafsu dan menghiasinya dengan cahaya keutamaan. Sedangkan riyadhah artinya adalah latihan, latihan rohaniah dalam menyucikan jiwa dengan memerangi keinginan-keinginan jasad. Latihan tersebut dilakukan dengan membersihkan dan mengosongkan jiwa dari segala sesuatu selain Allah, kemudian menghiasi jiwa dengan berdzikir, ibadah, beramal shaleh dan berakhlaq mulia.
Mujahadah dan riyadhah yang dilakukan, baik dengan melakukan gerak anggota dzahir ataupun kegiatan batin, akan dapat mendatangkan cahaya di dalam hati.mujahadah kaum sufi banyak digerakkan oleh dorongan hati mereka hendak menemui Tuhannya, yang karena itu dicarinya jalan taat tanpa kenal letih dan lesu. Untuk mencapai kesempurnaan dari mempelajari tasawuf, maka kita harus melewati berbagai macam maqam dan ahwal. Maqam adalah tingkat kedudukan hati, dan ahwal adalah gerak hati manusia. Secara teknis, mawam adalah suatu istilah teknis dalam sufisme yang berarti peringkat, dan ahwal yang artinya keadaan, yaitu suasana batiniah, yang bergantung bukan pada sufi melainkan Tuhan. Langkah pertama dalam menjalani perjalanan panjang riyadhah dan mujahadah adalah pertobatan, dengan semurni-murninya dan sebaik-baiknya pertobatan.
Bab 4: Sifat-sifat Fisik
Ilmu tasawuf sebagaimana sarana inti yang ditujunya salah satunya adlah mengosongkan jiwa dari segala sifat-sifat jelek, sebelum diisi dengan sifat-sifat yang baik. Setelah jiwa terbebas dari belenggu-belenggu sifat yang jelek, barulah diisi dengan sifat-sifat yang baik, maka segala amal ibadah akan mudah diterima disisi Allah. Sifat-sifat buruk yang dibuang dengan proses mujahadah dan riyadhah, aka dapat mengehentikan munculnya perbuatan-perbuatan buruk yang senantiasa menjauhkan jiwa dari Allah Swt. sifat-sifat fisik yang tercela merupakan penghalang bagi sufi untuk meraih maqam tertinggi.
Sifat tercela yang pertama adalah mencintai dunia. Cinta dunia merupakan penghalang utama bagi kemuliaan akhirat, sebab ia bukan hanya sebagai sifat yang amat buruk, tetapi ia menjadi sumber dari segala keburukan. Sehingga berangan-angan perihal dunia saja, akan menjadi hijab bagi akhirat. Sebab segala bentuk keduniaan adalah rintangan-rintangan yang memagari perjalanan manusia menuju kedekatan kepada Allah ta’ala. Dunia sejatinya harus menjadi lading akhirat, untuk kemudian nanti kita menuai buah kebaikan-kebaikan yang kita tanam di dunia. Kehidupan dunia tidak lebih dari senda gurau, jika tak dimanfaatkan untuk kebaikan akhirat.
Sifat tercela yang kedua adalah sifat bakhil, boros, tamak, dan hasad. Orang yang memiliki kesempuranaan akhlaq harus mampu menghindari hal-hal tersebut, dan mengelola prilaku diri agar menjadi pribadi yang baik sesuai al-Qur’an dan as-sunnah. Selanjutnya adalah menjaga ucapan, sebab ucapan atau mulut besar adalah sarangnya dosa. Berkata baik atau diam adalah kunci dalam mengelola ucapan agar tak menghasilkan lisan yang kotor oleh ucapan-ucapan buruk. Terakhir adalah mengelola hati agar tak memproduksi riya, ujub, dan takabbur. Karena sikap-sikap tersebut hanya akan mencelakakan manusia di dunia, hingga pada akhirnya sengsara di akhirat sana.
Bab 5: Sifat-sifat Sufi
Setelah mengosongkan dan membersihkan diri dari sikap-sikap tercela, maka selanjutnya dalah menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, agar diri senantiasa memproduksi kebaikan-kebaikan yang tertanam di dalam hati. Sifat baik yang menghiasi diri seorang sufi Nampak dari kehidupannya yang sederhana, qana’ah, tawadhu, haya’, dan saja’ah. Selanjutnya seorang sufi akan senantiasa mensyukuri nikmat. Menjadikan setiap nikmat yang hinggap di dalam dirinya menjadi jalan mengingat Allah, dan memahami kebesaran yang telah menciptakannya. Sehingga seorang sufi akan senantiasa ikhlas dalam beramal, sebab ia sadar bahwa semuanya adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Terakhir, seorang sufi akan senantiasa memiliki sifat sabar dan tawakkal. Ia meyakini bahwa pertolongan Allah itu akan hadir, dan takdir Allah adalah sebenar-benarnya keadilan. Sehingga setelah berikhtiar secara maksimal, ia menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah ta’ala.

0 komentar:

Posting Komentar