Senin, 22 April 2019

Merawat Ritme Perjuangan


Jalan perjuangan, tentu bukanlah perjalanan yang singkat atau sebentar. Seringkali ia menguras seluruh tenaga, waktu, bahkan juga harta. Dalam perjalannya, tidak jarang banyak benturan yang dijumpai, banyak persimpangan yang melelahkan, dan segudang aktifitas yang begitu menyita seluruh perhatian, menempatkan kita pada dilema sebuah perjuangan. Tidak sedikit yang berhenti melangkah, bahkan beranjak mundur dan menghilang dari jalanan terjal ini.
Konsekuensi sebuah perjuangan, selalu membutuhkan kelapangan hati untuk ikhlas bertotalitas dalam mengemban peran apapun di jalan perjuangan. Banyaknya peran yang berada di pundak kita, bukan sesuatu yang perlu dibenturkan untuk mencari siapa yang lebih utama diantaranya, tetapi bagaimana kita mampu merangkai berbagai peran kebaikan itu menjadi kerangka perjuangan yang utuh sebagai bagian dari visi besar kehidupan kita, mengabdi pada Allah dengan khidmat memberikan manfaat pada sesama.

Ikhtiar-ikhtiar kita dalam sebuah jalan perjuangan, tentu adalah pupuk iman yang membuatnya semakin tumbuh dan berkembang menjadi bunga amal shalih yang mengekal kebaikannya. Kekuatan iman yang kemudian akan menuntun setiap langkah dan ikhtiar kita berada di rel istiqomah, menjaga serta merawat ritme perjuangan kita. Sehingga selelah apapun kita dalam mengemban amanah perjuangan-Nya, kita selalu meyakini bahwa setiap lelah yang lilLah akan membawa kita semakin lebih dekat dengan Allah Ta’ala.
Rasulullah Saw. dalam  sabdanya mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga keimanan pada Allah untuk senantiasa selaras dengan keistiqomahan kita menjaga amanah perjuangan-Nya. Saat Sufyan bin Abdillah berkata pada Rasulullah Saw. suatu perkataan tentang islam yang hanya dapat ditanyakan kepada beliau, maka Rasulullah saw. menjawab:
قل امنت بالله, ثمّ استقم
Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah kamu. (HR. Muslim)
Ibnu Daqiqil ‘ied dalam Syarh Arba’in an-Nawawi menjelaskan bahwa permintaan seorang Sufyan bin Abdillah pada Rasulullah Saw. tersebut merupakan permintaan untuk diajarkan sebuah kalimat yang singkat, namun maknanya begitu padat dan berisi serta mudah difahami. Dari dua kalimat jawaban Rasullullah saw., telah meringkas dan memenuhi pengertian iman dan islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar.  
Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal”. Dengan demikian, penyempurna dari setiap jalan perjuangan yang berada di pundak kita, hendaklah disempurnakan dengan keistiqomahan menjalaninya. Meski banyak benturan yang dilalui, atau halangan-halangan yang seringkali membuat kita berhenti melangkah, kita tetap berikhtiar merawat ritme perjuangan itu. Sebab perwujudan nilai kebaikan yang kita perjuangkan hari ini, hanya akan mewujud dengan keistiqomahan kita dalam menjalaninya.
Sejenak, kita belajar pada sosok mulia yang gugur di medan Uhud. Seseorang yang mampu merelakan cinta pada makhluk, untuk merengkuh cinta yang jauh lebih besar dari sang Pencipta Makhluk. Ialah seorang Hanzhalah radhiallahu anhu, seseorang yang dengan tulus beristiqomah menempatkan Allah lebih dulu sebelum segala sesuatu, bahkan lebih tinggi dibandingkan impiannya menyatu dengan belahan hati pujaannya.
Hanzhalah radhiallahu anhu, yang baru saja menikahi pujaan hatinya, rela berangkat memenuhi seruan jihad Rasulullah Saw. bahkan, Hanzhalah turun ke medan uhud dalam kondisi junub. Ia menundukkan nafsunya, ia mengalahkan dirinya sendiri untuk memenangkan cintanya Rabb semesta Alam. Tentulah bukan perjuangan yang mudah, tak ada jaminan Hanzhalah radhiallahu anhu akan berjumpa kembali istrinya. Namun, ia selalu meyakini bahwa seruan Allah jauh berada diatas segalanya.
Hanzhalah radhiallahu anhu pun turun ke medan perang, hingga ia syahid dan menjemput surga dengannya. Tidak hanya itu, ia pun dimandikan oleh para Malaikat. Begitulah luar biasanya sebuah keistiqomahan dan totalitas dalam sebuah perjuangan, saat cinta terhadap Makhluk tak jauh lebih besar dibandingkan cinta terhadap sang Pencipta Makhluk. Keluarga, pasangan, putra atau putri, pekerjaan, sungguh semuanya bukan halangan bagi kita untuk terus beristiqomah mengemban amanah perjuangan ini. Orang-orang yang kita cintai dalam kehidupan kita, harus menjadi energi yang menguatkan setiap langkah dalam perjuangan kita. Selayaknya Khadijah radhiallahu anha yang menguatkan langkah dakwah suaminya, atau seorang Fatimah radhiallahu anha yang menguatkan langkah dakwah ayahanda tercintanya.
Teruslah berikhtiar sekuat tenaga dalam mengemban setiap amanah, sebab setiap amanah akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Keluarga, pekerjaan, dan segala aktifitas kita adalah bagian dari penguat perjuangan, yang senantiasa menjaga dan merawat ritme perjuangan. Perjuangan ini, adalah kesempatan terbaik yang Allah berikan agar kita mampu menorehkan tinta emas kebaikan yang mengekal, tak hanya kita rasakan pribadi tetapi dirasakan luas kebermaknaannya.
 Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap Totalitas. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memikul beban dakwah, ia akan terhalang dari pahala besar seorang mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk tanpa mengambil peran. Lalu Allah akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul dakwah ini.” (Hasan Al-Banna)
Wallahua’lam bish Shawwab.

Sahabat Perjuanganmu,
Elfa M. Ihsan Al Aufa

0 komentar:

Posting Komentar