Jalan perjuangan, tentu bukanlah
perjalanan yang singkat atau sebentar. Seringkali ia menguras seluruh tenaga,
waktu, bahkan juga harta. Dalam perjalannya, tidak jarang banyak benturan yang
dijumpai, banyak persimpangan yang melelahkan, dan segudang aktifitas yang
begitu menyita seluruh perhatian, menempatkan kita pada dilema sebuah perjuangan.
Tidak sedikit yang berhenti melangkah, bahkan beranjak mundur dan menghilang
dari jalanan terjal ini.
Konsekuensi sebuah perjuangan, selalu
membutuhkan kelapangan hati untuk ikhlas bertotalitas dalam mengemban peran
apapun di jalan perjuangan. Banyaknya peran yang berada di pundak kita, bukan
sesuatu yang perlu dibenturkan untuk mencari siapa yang lebih utama
diantaranya, tetapi bagaimana kita mampu merangkai berbagai peran kebaikan itu
menjadi kerangka perjuangan yang utuh sebagai bagian dari visi besar kehidupan
kita, mengabdi pada Allah dengan khidmat memberikan manfaat pada sesama.
Ikhtiar-ikhtiar kita dalam sebuah
jalan perjuangan, tentu adalah pupuk iman yang membuatnya semakin tumbuh dan
berkembang menjadi bunga amal shalih yang mengekal kebaikannya. Kekuatan iman
yang kemudian akan menuntun setiap langkah dan ikhtiar kita berada di rel
istiqomah, menjaga serta merawat ritme perjuangan kita. Sehingga selelah apapun
kita dalam mengemban amanah perjuangan-Nya, kita selalu meyakini bahwa setiap
lelah yang lilLah akan membawa kita semakin lebih dekat dengan Allah Ta’ala.
Rasulullah Saw. dalam sabdanya mengingatkan kita betapa pentingnya
menjaga keimanan pada Allah untuk senantiasa selaras dengan keistiqomahan kita
menjaga amanah perjuangan-Nya. Saat Sufyan bin Abdillah berkata pada Rasulullah
Saw. suatu perkataan tentang islam yang hanya dapat ditanyakan kepada beliau,
maka Rasulullah saw. menjawab:
قل امنت بالله, ثمّ استقم
Katakanlah : Aku telah beriman kepada
Allah, kemudian beristiqamahlah kamu. (HR. Muslim)
Ibnu Daqiqil ‘ied dalam Syarh Arba’in
an-Nawawi menjelaskan bahwa permintaan seorang Sufyan bin Abdillah pada
Rasulullah Saw. tersebut merupakan permintaan untuk diajarkan sebuah kalimat
yang singkat, namun maknanya begitu padat dan berisi serta mudah difahami. Dari
dua kalimat jawaban Rasullullah saw., telah meringkas dan memenuhi pengertian
iman dan islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu
memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta
menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua
dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang
walaupun hanya sebentar.
Abul Qasim Al Qusyairi berkata :
“Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua
urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat
diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti
sia-sia dan gagal”. Dengan demikian, penyempurna dari setiap jalan perjuangan
yang berada di pundak kita, hendaklah disempurnakan dengan keistiqomahan
menjalaninya. Meski banyak benturan yang dilalui, atau halangan-halangan yang
seringkali membuat kita berhenti melangkah, kita tetap berikhtiar merawat ritme
perjuangan itu. Sebab perwujudan nilai kebaikan yang kita perjuangkan hari ini,
hanya akan mewujud dengan keistiqomahan kita dalam menjalaninya.
Sejenak, kita belajar pada sosok
mulia yang gugur di medan Uhud. Seseorang yang mampu merelakan cinta pada
makhluk, untuk merengkuh cinta yang jauh lebih besar dari sang Pencipta
Makhluk. Ialah seorang Hanzhalah radhiallahu anhu, seseorang yang dengan
tulus beristiqomah menempatkan Allah lebih dulu sebelum segala sesuatu, bahkan
lebih tinggi dibandingkan impiannya menyatu dengan belahan hati pujaannya.
Hanzhalah radhiallahu anhu, yang
baru saja menikahi pujaan hatinya, rela berangkat memenuhi seruan jihad
Rasulullah Saw. bahkan, Hanzhalah turun ke medan uhud dalam kondisi junub. Ia menundukkan
nafsunya, ia mengalahkan dirinya sendiri untuk memenangkan cintanya Rabb
semesta Alam. Tentulah bukan perjuangan yang mudah, tak ada jaminan Hanzhalah radhiallahu
anhu akan berjumpa kembali istrinya. Namun, ia selalu meyakini bahwa seruan
Allah jauh berada diatas segalanya.
Hanzhalah radhiallahu anhu pun
turun ke medan perang, hingga ia syahid dan menjemput surga dengannya. Tidak hanya
itu, ia pun dimandikan oleh para Malaikat. Begitulah luar biasanya sebuah
keistiqomahan dan totalitas dalam sebuah perjuangan, saat cinta terhadap
Makhluk tak jauh lebih besar dibandingkan cinta terhadap sang Pencipta Makhluk.
Keluarga, pasangan, putra atau putri, pekerjaan, sungguh semuanya bukan
halangan bagi kita untuk terus beristiqomah mengemban amanah perjuangan ini. Orang-orang
yang kita cintai dalam kehidupan kita, harus menjadi energi yang menguatkan setiap
langkah dalam perjuangan kita. Selayaknya Khadijah radhiallahu anha yang
menguatkan langkah dakwah suaminya, atau seorang Fatimah radhiallahu anha yang
menguatkan langkah dakwah ayahanda tercintanya.
Teruslah berikhtiar sekuat tenaga
dalam mengemban setiap amanah, sebab setiap amanah akan dipertanggung jawabkan
di hadapan-Nya. Keluarga, pekerjaan, dan segala aktifitas kita adalah bagian
dari penguat perjuangan, yang senantiasa menjaga dan merawat ritme perjuangan. Perjuangan
ini, adalah kesempatan terbaik yang Allah berikan agar kita mampu menorehkan
tinta emas kebaikan yang mengekal, tak hanya kita rasakan pribadi tetapi
dirasakan luas kebermaknaannya.
“Dakwah ini tidak
mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap Totalitas.
Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah
dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa
yang lemah dalam memikul beban dakwah, ia akan terhalang
dari pahala besar seorang mujahid dan tertinggal bersama
orang-orang yang duduk tanpa mengambil peran. Lalu Allah akan mengganti
mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul dakwah
ini.” (Hasan Al-Banna)
Wallahua’lam bish Shawwab.
Sahabat Perjuanganmu,
Elfa M. Ihsan Al Aufa
Elfa M. Ihsan Al Aufa
0 komentar:
Posting Komentar